Kamis, 31 Desember 2015

Kegawatdaruratan Sistem Persarafan "Trauma Capitis"



Kegawatdaruratan Sistem 1
“trauma capitis”
Di SUSUN
Oleh:
Kelompok I
1.    Reski Ria Sari
2.    Berkah Intan Permata Reski
3.    Citra Sari Dewi
4.    Sri Ramadani
5.    Yuliasti Purnama Sari Ukkas



STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

KATA PENGANTAR



            Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah memungkinkan kami untuk menyusun makalah ini, sehingga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pelajar atau mahasiswa program studi keperawatan dan lainnya. Hanya dengan kekuatan dengan kesabaran yang dilimpahkan-Nya, makalah ini dapat dituntaskan.



             Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan untuk menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah kegawatdaruratan sistem 1.

             Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Trauma Capitis” ini.


             Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan kemampuan dalam menyusun makalah pada masa yang akan datang.

               Sekian dan terima kasih.

                                                                                       

                                                                                            

                                                                                                                          Penyusun



                                                                                                                        Kelompok 1









Daftar Isi



                                                                                                                                         hal 

Kata Pengantar................................................................................................................ ii

Daftar Isi........................................................................................................................ iii

Bab 1

1.      Latar Belakang.................................................................................................... 1    

2.      Rumusan Masalah............................................................................................... 1

3.      Tujuan.................................................................................................................. 2                                           .......................................................................................................................

4.      Manfaat............................................................................................................... 2

Bab 2

1.      Konsep Triase Trauma Capitis....................................................................... .... 3    

2.      Ruang Lingkup Keperawatan Gadar Trauma Capitis......................................... 4

3.      Definisi Trauma Capitis....................................................................................... 4

4.      Klasifikasi Trauma Capitis.................................................................................. 5

5.      Etiologi Trauma Capitis....................................................................................... 5

6.      Tanda dan Gejala Trauma Capitis....................................................................... 6

7.      Patofiologi Trauma Capitis.................................................................................. 7

8.      Pemeriksaan Penunjang Trauma Capitis.............................................................. 8

9.      Komplikasi Trauma Capitis................................................................................. 8

10.  Penatalaksanaan Trauma Capitis......................................................................... 9

11.  Asuhan Keperawatan Trauma Capitis............................................................... 10

Bab 3

1.      Kesimpulan........................................................................................................ 19

2.      Saran.................................................................................................................. 19

Daftar Pustaka............................................................................................................... 20


BAB 1

PENDAHULUAN

1.                Latar Belakang

 Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.

Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.

Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita.

Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).

Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk membahas Asuhan Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah wawasan mengenai konsep dari cedera kepala.

2.                 Rumusan Masalah

Adapn rumusan masalah dari makalah yang berjudul “Trauma Capitis” ini adalah:

1.      Bagaimana konsep triage pada trauma capitis ?

2.      Bagaimana lingkup keperawatan gawat darurat trauma capitis?

3.      Apakah trauma capitis ?

4.      Bagaimanakah klasifikasi trauma capitis?

5.      Bagaimanakah etiologi trauma capitis?

6.      Bagaimanakah tanda dan gejala trauma capitis ?

7.      Bagaimanakah Patofisiologi trauma capitis ?

8.      Bagaimanakah Manifestasai Klinis trauma capitis ?

9.      Bagaimanakah Komplikasi trauma capitis ?

10.  Bagaimanakah Pemeriksaan diagnostik trauma capitis?

11.  Bagaimanakah Penatalaksanaan  trauma capitis?

12.  Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien dengan trauma capitis?



3.                 Tujuan

  Makalah in dibuat dengan tujuan setelah mempelajari dan memahami makalah ini pembaca dapat:

1.      Mengetahui konsep triase pada trauma capitis

2.      Mengetahui ruang lingkup keperawatan gadar trauma capitis

3.      Menjelaskan Pengertian trauma capitis

4.      Menjelaskan Etiologi trauma capitis

5.      Menjelaskan Klasifikasi trauma capitis

6.      Menjelaskan tanda dan gejala trauma capitis

7.      Menjelaskan Patofisiologi trauma capitis

8.      Menjelaskan Manifestasai Klinis trauma capitis

9.      Menjelaskan Komplikasi trauma capitis

10.  Menjelaskan Pemeriksaan diagnostik trauma capitis

11.  Menjelaskan Penatalaksanaan  trauma capitis

12.  Menjelaskan Asuhan Keperawatan  pada klien dengan trauma capitis

4.                 Manfaat

Adapun manfaat dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami, menelaah hal-hal yang berkaitan dengan trauma capitis, sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupn sehari-hari, lebih-lebih dalam dunia kesehatan sendiri.











BAB II

PEMBAHASAN





1.                 Konsep Triase Trauma Capitis

Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa.

Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:

a.     Prioritas Pertama (Merah)

Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi.

b)    Prioritas kedua (Kuning)

Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah.

c)    Prioritas ketiga (Hijau)

Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi.

d)   Prioritas nol (Hitam)

Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.



Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai. Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat pengobatan dan perawatan penderita sangat dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan koma dan atau penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam perujukan dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan menurunkan luaran cidera kepala.



2.                    Lingkup Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala

Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.

Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin bila keadaan memungkinkan.

Dari keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat dengan angka kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup dengan kecacatan dan sepertiga sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang lain). Namun demikian mereka mungkin masih mengalami gangguan kepribadian dan kesulitan dalam berkomunikasi dalam jangka waktu lama.



3.                 Pengertian

Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya, (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak, (Paula Kristanty, dkk 2009).

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi – decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tingkat pencegahan, (Musliha, 2010).

   

4.                  Klasifikasi
      
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

1.      Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

a.       GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

b.       Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

c.       Tak ada fraktur tengkorak

d.      Tak ada contusio serebral (hematom)

e.       Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

2.      Cedera kepala sedang

a.       GCS  9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

b.      Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

c.       Dapat mengalami fraktur tengkorak

d.      Muntah

e.       Kejang

3.      Cedera kepala berat

a.       GCS 3-8 (koma)

b.      Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

c.        Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

d.      Tanda neurologist fokal

e.       Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium



5.                 Etiologi

a)      Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera  setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

b)      Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

c)      Etiologi lainnya

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

Cedera akibat kekerasan.



6.                 Tanda Dan Gejala

Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :

a)      Gangguan kesadaran

b)     Konfusi

c)      Abnormalitas pupil

d)     Piwitan tiba-tiba defisit neurologis

e)      Gangguan pergerakan

f)       Gangguan penglihatan dan pendengaran

g)     Disfungsi sensori

h)     Kejang otot

i)       Sakit kepala

j)        Vertigo

k)     Kejang

l)       Pucat

m)   Mual dan muntah

n)     Pusing kepala

o)     Terdapat hematoma

p)     Sukar untuk dibangunkan

q)     Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

7.                 Pathofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.




8.                 Pemeriksaan Penunjang

a.         Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.

b.         CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.

c.         MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

d.        Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

e.         X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.

f.          CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

g.         ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

h.         Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi  keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

9.       Komplikasi

a.       Koma

Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh.

b.      Seizure

Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.

c.       Infeksi

Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain

d.      Kerusakan saraf

Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .

e.       Hilangnya kemampuan kognitif

Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.

f.       Penyakit Alzheimer dan Parkinson

Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.



10.            Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).



Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

a)      Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.

b)      Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.

c)      Berikan oksigenasi.

d)     Awasi tekanan darah

e)      Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.

f)       Atasi shock

g)      Awasi kemungkinan munculnya kejang.



Penatalaksanaan lainnya:

1.        Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

2.        Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.

3.        Pemberian analgetika

4.        Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

5.        Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

6.        Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.

7.        Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.



Tindakan terhadap peningktatan TIK

1.        Pemantauan TIK dengan ketat.

2.        Oksigenisasi adekuat.

3.        Pemberian manitol.

4.        Penggunaan steroid.

5.        Peningkatan kepala tempat tidur.

6.        Bedah neuro.



Tindakan pendukung lain

1.      dukungan ventilasi.

2.      Pencegahan kejang.

3.      Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.

4.      Terapi anti konvulsan.

5.      Klorpromazin untuk menenangkan pasien.

6.      Pemasangan selang nasogastrik.



11.            Asuhan Keperawatan

a.     Pengkajian Kegawatdaruratan :

1.    Primary Survey

a.    Airway dan cervical control

Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.

b.    Breathing dan ventilation

Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.

c.    Circulation dan hemorrhage control

·      Volume darah dan Curah jantung

Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.

·         Kontrol Perdarahan

d.   Disability

Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

e.    Exposure dan Environment control

 Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.



       2.    Secondary Survey

a)    Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?

b)   Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi. 

c)    Riwayat Keluarga

Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.



b.     Diagnosa Keperawatan

1.      Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.

2.      Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan lobus pariental, kerusakan nervus olfakttorius.

3.      Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.

4.      Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan dan kelemahan fisik.

5.      Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang.

6.      Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfungsinya proses berfikir, ketidakmampuan fisik.

7.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan

8.      Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik

9.      Gangguan kognitif kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia

10.  Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma dan sakit kepala.

11.  Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.

12.  Perubahan pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d terganggunya saraf kontrol berkemih.


c.     Intervesi

1.         Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
Hasil yang diharapkan:
• Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK
• Terorientasi pada tempat, waktu dan respon
• Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Intervensi:
• Kaji status neurologi, tanda-tanda vital (tekanan darah meningkat, suhu naik, pernapasan sesak, dan nadi) tiap 10-20 menit sesuai indikasi.
R/: Mendeteksi dini perubahan yang terjadi sehingga dapat mengantisipasinya.
• Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan perfusi jaringan dan potensial terjadi peningkatan TIK.
R/: Untuk menentukan asuhan keperawatan yang diberikan.
• Monitor suhu tubuh
R/: Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.
• Berikan posisi antitrendelenberg atau dengan meninggikan kepala kurang lebih 30 derajat.
R/: Mencegah terjadinya peningkatan TIK
• Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat diuretik seperti manitol, diamox
R/: Membantu mengurangi edema otak



2.         Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan lobus parientalis, kerusakan nervus olfaktorius.
Hasil yang diharapkan:
• Kesadaran pasien kembali normal
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Observasi keadaan umum serta TTV
R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
• Orientasikan pasien terhadap orang, tempat dan waktu.
R/: Melatih kemampuan pasien dalam mengenal waktu, tempat dan lingkungan pasien.
• Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indra, misalnya: parfum
R/: Melatih kepekaan nervus olfaktorius.
• Kolaborasi medik untuk membatasi penggunaan sedativa
R/: Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien.





3.         Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, kelelahan
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan dengan tidak adanya kontraktur.
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Lakukan latihan pasif sedini mungkin
R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot.
• Beri foodboard/penyangga kaki
R/: Mempertahankan posisi ekstremitas
• Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai
R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi
• Kolaborasi fisioterapi
R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur



4.          Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan.
Hasil yang diharapkan:
• Trauma fisik tidak terjadi
• Terjaganya batas kesadaran fungsi motorik
Intervensi:
• Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang
R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan asuhan keperawatan
• Perhatikan lingkungan
R/: Cegah terjadinya trauma
• Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.
R/: Memperlancar jalan napas.
• Tidak boleh diikat selama kejang.
R/: Mengurangi ketegangan
• Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)
R/: Membantu pembukaan jalan napas.
• Gunakan bantal tipis di kepala
R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial
• Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada pasien.
R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan orientasi terhadap kenyataan.



5.         Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang.
Hasil yang diharapkan:
• Tidak ada gangguan jalan napas
• Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar.
• Pernapasan teratur.
Intervensi:
• Kaji pernapasan, suara napas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan obat tambahan.
R/: Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret
• Catat karakteristik sputum (warna, jumlag, konsistensi)
R/: Pengeluaran sekret akan sulit jika kental
• Anjurkan minum 2500cc/hari.
R/: Mengencerkan lendir sehingga dapat dibatukkan
• Beri posisi fowler
R/: Memaksimalkam ekspansi paru dan memudahkan bernapas
• Kolaborasi pemberian O2 dan pengobatan/therapi
R/: Memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran sekret

6.         Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfugsinya proses berpikir
Hasil yang diharapkan:
• Membuat pernyataan tentang body image
• Mengekspresikan penerimaan body image
• Menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan informasi dan dukungan.
Intervensi:
• Kaji persamaan dan persepsi pasien tentang kurang berfungsinya proses berfikir dan ketidakmampuan mobilitas fisik.
R/: Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.
• Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan perubahan bod image
R/: Meningkatkan proses penerimaan diri.
• Dengarkan ungkapan pasien untuk menolak/menyangkal perubahan body image.
R/: Mengurangi rasa keterasingan terhadap perubahan body image.
• Hargai pemecahan masalah yang konstruktif untuk meningkatkan rasa penerimaan diri.
R/: Memberikan dukungan untuk meningkatkan body image.

7.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan.
Hasil yang diharapkan:
• Berat badan normal
• Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.
• Terbebas dari malnutrisi.
Intervensi:
• Kaji kemampuan makan dan menelan.
R/: Membantu dalam menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya aspirasi
• Dengarkan suara peristaltik usus
R/: Membantu menentukan respon dari pemberian makanan dan adanya hiperperistaltik kemungkinan adanya komplikasi ileus.
• Berikan rasa nyaman saat makan, seperti posisi semi fowler/fowler.
R/: Mencegah adanya regurgitasi dan aspirasi
• Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/: Meningkatkan nafsu makan.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
R/: Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah malnutrisi

8.         Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik dan gangguan kognitif.
Hasil yang diharapkan:
• Kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi pasien terpenuhi.
• Pasien dapat merawat diri sesuai dengan kemampuan pasien.
Intervensi:
• Bantu perawatan diri pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: Kebutuhan pasien akan pemenuhan perawatan diri terpenuhi.
• Kaji kemampuan pasien dalam merawat diri.
R/: Menentukan asuhan keperawatan yang tepat.
• Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri bila sudah sembuh.

9.         Kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia
Hasil yang diharapkan:
• Kemampuan komunikasi verbal b.d aphasia
Intervensi:
• Kaji kemampuan pasien dalam komunikasi verbal
R/: Menentukan askep yang tepat
• Beri kesempatan pada pasien untuk menngungkapkan kebutuhannya
R/: Agar pasien terpenuhi kebutuhannya.
• Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bahasa isyarat.
R/: Kebutuhan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
• Ajarkan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
R/: Kalimat pendek dan singkat tidak membuat pasien lelah dan bingung.

10.     Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma sakit kepala.
Hasil yang diharapkan:
• Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
• Kaji lokasi nyeri, intensitas dan keluhan pasien.
R/: Menentukan intervensi yang tepat
• Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
R/: Ketegangan saraf yang mengendor akan mengurangi rasa nyeri.
• Beri posisi tidur dengan kepala tanpa bantal
R/: Tekanan intrakranial turun akan mengurangi rasa nyeri
• Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik
R/: Analgetik meningkatkan ambang rasa nyeri.
k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
Hasil yang diharapkan:
• Tidak terjadi kerusakan kulit, dekubitus.
Intervensi:
• Kaji keadaan kulit pasien.
R/: Menentukan askep yang tepat.
• Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.
R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan menimbulkan nekrose
• Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan
R/: Meningkatkan sirkulasi darah
• Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.
R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.



11.     Perubahan pola eliminasi urine : inkontinensia atau retensi urine b.d terganggunya saraf kontrol.
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine
Intervensi:
• Kaji pola berkemih
R/: Menentukan tindakan
• Catat intake dan output
R/: Mengetahui balance cairan
• Pasang kateter kondom
R/: Mencegah infeksi

























BAB 3

PENUTUP

1.    Kesimpulan

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.

      Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Hal yang menyebabkan cedera kepala adalah Terjatuh dari ketinggian, benturan, dan pukulan, Kecelakaan kerja, Kecelakaan lallu lintas, Perkelahian, dll



2.    Saran

     Pada makalah ini penulis menyarankan mahasiswa kesehatan senantiasa menggunakan metode proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan trauma capitis serta  memberikan pendidikan kesehatan.









DAFTAR PUSTAKA



http://buddifarma.blogspot.com/2013/03/askep-cedera-kepala.html

http://rizqirustiansyah.blogspot.com/2013/03/askep-trauma-capitis.html

http://say-a.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-trauma-kapitis.html

http://sulantyballaskepns.blogspot.com/2011/10/askep-trauma-capitis.html

http://yenibeth.wordpress.com/2008/08/05/askep-pada-trauma-kapitis/