Kegawatdaruratan Sistem 1
“trauma capitis”
Di SUSUN
Oleh:
Kelompok I
1.
Reski Ria Sari
2. Berkah Intan Permata
Reski
3. Citra Sari Dewi
4. Sri Ramadani
5. Yuliasti Purnama Sari
Ukkas
STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT yang
dengan karunia-Nya telah memungkinkan kami untuk menyusun makalah ini, sehingga
makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pelajar atau mahasiswa program studi
keperawatan dan lainnya. Hanya dengan kekuatan dengan kesabaran yang
dilimpahkan-Nya, makalah ini dapat dituntaskan.
Adapun tujuan dibuatnya makalah
ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan untuk menyelesaikan tugas dari dosen
pembimbing mata kuliah kegawatdaruratan sistem 1.
Dan tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
yang kami beri judul “Trauma Capitis” ini.
Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan kemampuan dalam menyusun makalah pada masa yang akan datang.
Sekian dan terima kasih.
Penyusun
Kelompok 1
Daftar Isi
hal
Kata Pengantar................................................................................................................ ii
Daftar Isi........................................................................................................................ iii
Bab 1
1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
3. Tujuan.................................................................................................................. 2 .......................................................................................................................
4. Manfaat............................................................................................................... 2
Bab 2
1. Konsep Triase Trauma Capitis....................................................................... .... 3
2. Ruang Lingkup Keperawatan Gadar Trauma Capitis......................................... 4
3. Definisi Trauma Capitis....................................................................................... 4
4. Klasifikasi Trauma Capitis.................................................................................. 5
5. Etiologi Trauma Capitis....................................................................................... 5
6. Tanda dan Gejala Trauma Capitis....................................................................... 6
7. Patofiologi Trauma Capitis.................................................................................. 7
8. Pemeriksaan Penunjang Trauma Capitis.............................................................. 8
9. Komplikasi Trauma Capitis................................................................................. 8
10. Penatalaksanaan Trauma Capitis......................................................................... 9
11. Asuhan Keperawatan Trauma Capitis............................................................... 10
Bab 3
1. Kesimpulan........................................................................................................ 19
2. Saran.................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka............................................................................................................... 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Cidera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya
berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang
harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban
kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.
Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi
Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat
non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar,
yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang
sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya
tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat
berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita.
Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum
sadar pentingnya kecepatan menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).
Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk
membahas Asuhan Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah wawasan
mengenai konsep dari cedera kepala.
2.
Rumusan Masalah
Adapn
rumusan masalah dari makalah yang berjudul “Trauma Capitis” ini adalah:
1.
Bagaimana
konsep triage pada trauma capitis ?
2.
Bagaimana
lingkup keperawatan gawat darurat trauma capitis?
3.
Apakah trauma capitis ?
4.
Bagaimanakah klasifikasi trauma capitis?
5.
Bagaimanakah etiologi trauma capitis?
6.
Bagaimanakah tanda dan gejala trauma capitis ?
7.
Bagaimanakah Patofisiologi trauma capitis ?
8.
Bagaimanakah Manifestasai Klinis trauma capitis ?
9.
Bagaimanakah Komplikasi trauma capitis ?
10. Bagaimanakah
Pemeriksaan diagnostik trauma capitis?
11. Bagaimanakah
Penatalaksanaan trauma capitis?
12. Bagaimanakah
Asuhan Keperawatan pada klien dengan trauma capitis?
3.
Tujuan
Makalah in dibuat dengan tujuan setelah
mempelajari dan memahami makalah ini pembaca dapat:
1.
Mengetahui konsep triase pada trauma capitis
2.
Mengetahui ruang lingkup keperawatan gadar trauma
capitis
3.
Menjelaskan Pengertian trauma capitis
4.
Menjelaskan Etiologi trauma capitis
5.
Menjelaskan Klasifikasi trauma capitis
6.
Menjelaskan tanda dan gejala trauma capitis
7.
Menjelaskan Patofisiologi trauma capitis
8.
Menjelaskan Manifestasai Klinis trauma capitis
9.
Menjelaskan Komplikasi trauma capitis
10. Menjelaskan
Pemeriksaan diagnostik trauma capitis
11. Menjelaskan
Penatalaksanaan trauma capitis
12. Menjelaskan
Asuhan Keperawatan pada klien dengan trauma capitis
4.
Manfaat
Adapun manfaat dibuatnya makalah
ini adalah untuk mengetahui, memahami, menelaah hal-hal yang berkaitan dengan
trauma capitis, sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupn sehari-hari,
lebih-lebih dalam dunia kesehatan sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Konsep
Triase Trauma Capitis
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi
selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa.
Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:
a.
Prioritas Pertama (Merah)
Pasien cedera berat yang memerlukan
penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi.
b)
Prioritas kedua (Kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun
dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman
jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan
tindakan segera terutama kasus bedah.
c)
Prioritas ketiga (Hijau)
Pasien degan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun
memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan
tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain yang lebih
memerlukan penanganan atau evakuasi.
d)
Prioritas nol (Hitam)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami
cedera yang mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda
sesuai dengan warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu
kartu khusus sampai hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan
prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang
sudah ditentukan. Bila keadaan
penderita berubah sebelum memperoleh perawatan
maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.
Seleksi
(triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan
fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan
persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih
lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat
segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai. Konsultasi segera
dengan ahli bedah saraf pada saat pengobatan dan perawatan penderita sangat
dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan koma dan atau penderita dengan
kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam perujukan dapat
memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan menurunkan luaran cidera
kepala.
2.
Lingkup Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala
Insiden
cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya
mobilitas penduduk. Dibanding
dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat morbiditas dan
mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang
lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana
sarana diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.
Pada
fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik
ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Penanganan A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk
penderita secepat mungkin bila keadaan memungkinkan.
Dari
keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat dengan angka
kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup dengan kecacatan
dan sepertiga sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang lain). Namun demikian
mereka mungkin masih mengalami gangguan kepribadian dan kesulitan dalam
berkomunikasi dalam jangka waktu lama.
3.
Pengertian
Cedera
kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat
melibatkan kulit kepala, tulang dan
jaringan otak atau kombinasinya, (Standar
Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).
Cidera
kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan
interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak, (Paula Kristanty, dkk 2009).
Cidera
kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi –
decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tingkat pencegahan, (Musliha,
2010).
4.
Klasifikasi
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
1.
Cedera Kepala ringan (kelompok
risiko rendah)
a.
GCS 13-15
(sadar penuh, atentif, orientatif)
b.
Kehilangan
kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
c.
Tak ada
fraktur tengkorak
d.
Tak ada
contusio serebral (hematom)
e.
Pasien dapat
mengeluh nyeri kepala dan pusing
2.
Cedera kepala sedang
a.
GCS 9-14
(konfusi, letargi, atau stupor)
b.
Kehilangan
kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
c.
Dapat
mengalami fraktur tengkorak
d.
Muntah
e.
Kejang
3.
Cedera kepala berat
a.
GCS 3-8
(koma)
b.
Kehilangan
kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
c.
Diikuti
contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
d.
Tanda
neurologist fokal
e.
Cedera kepala
penetrasi atau teraba fraktur kranium
5.
Etiologi
a)
Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
b)
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi)
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
c)
Etiologi lainnya
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan.
6.
Tanda Dan Gejala
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
a)
Gangguan kesadaran
b) Konfusi
c)
Abnormalitas pupil
d) Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
e)
Gangguan pergerakan
f)
Gangguan penglihatan dan pendengaran
g) Disfungsi sensori
h) Kejang otot
i)
Sakit kepala
j)
Vertigo
k) Kejang
l)
Pucat
m) Mual dan muntah
n) Pusing kepala
o) Terdapat hematoma
p) Sukar untuk dibangunkan
q) Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
7.
Pathofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan
aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak
boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /
100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala
meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan vebtrikel, takikardia.
8.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia
darah, analisa gas darah.
b.
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi
luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
c.
MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa
kontras radioaktif.
d.
Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi
cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan
dan trauma.
e.
X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang
(fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang.
Ronsent Tengkorak maupun thorak.
f.
CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga
terjadi perdarahan subarachnoid.
g.
ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h.
Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan
elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).
9.
Komplikasi
a.
Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon
disebut coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari
atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa
kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative
statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon
reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu
tahun jarang sembuh.
b.
Seizure
Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami
sekurang-kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
c.
Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan
membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf
yang lain
d.
Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan
kerusakan pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot
facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan
terjadinya penglihatan ganda .
e.
Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses
informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan
cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.
f.
Penyakit Alzheimer dan
Parkinson
Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan
terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan
semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
10.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder.
Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner,
2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia
cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
a)
Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
b)
Stabilisasi
vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
c)
Berikan
oksigenasi.
d)
Awasi tekanan
darah
e)
Kenali tanda-tanda
shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
f)
Atasi shock
g)
Awasi
kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1.
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2.
Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk
mengurangi vasodilatasi.
3.
Pemberian analgetika
4.
Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu
manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak
(penisilin).
6.
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi
muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikana makanan lunak.
7.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak
terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8
jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein
tergantung nilai urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK
1.
Pemantauan TIK dengan ketat.
2.
Oksigenisasi adekuat.
3.
Pemberian manitol.
4.
Penggunaan steroid.
5.
Peningkatan kepala tempat tidur.
6.
Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain
1.
dukungan ventilasi.
2.
Pencegahan kejang.
3.
Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan
nutrisi.
4.
Terapi anti konvulsan.
5.
Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6.
Pemasangan selang nasogastrik.
11.
Asuhan
Keperawatan
a.
Pengkajian Kegawatdaruratan
:
1. Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai
adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas
yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin
lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi
yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
· Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi
harus dianggap disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran,
warna kulit dan nadi.
·
Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head
toe toe untuk memeriksa jejas.
2. Secondary Survey
a)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan
kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera.
Darimana arah dan kekuatan pukulan?
b)
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien
pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada
penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien
dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau
gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya.
Bagaimana asupan nutrisi.
c)
Riwayat Keluarga
Apakah ibu
klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM,
hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.
b. Diagnosa
Keperawatan
1.
Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan
tekanan intrakranial.
2.
Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat
kesadaran, kerusakan lobus pariental, kerusakan nervus olfakttorius.
3.
Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese,
kelemahanan.
4.
Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan
dan kelemahan fisik.
5.
Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi,
reflek batuk yang kurang.
6.
Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang
berfungsinya proses berfikir, ketidakmampuan fisik.
7.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kurang mampu menelan
8.
Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas
fisik
9.
Gangguan kognitif kesulitan dalam komunikasi verbal
b.d aphasia
10. Gangguan
rasa nyaman : nyeri b.d trauma dan sakit kepala.
11. Kerusakan
integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.
12. Perubahan
pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d terganggunya saraf
kontrol berkemih.
c. Intervesi
1.
Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan
tekanan intrakranial.
Hasil yang diharapkan:
• Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK
• Terorientasi pada tempat, waktu dan respon
• Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Intervensi:
• Kaji status neurologi, tanda-tanda vital (tekanan darah meningkat, suhu naik, pernapasan sesak, dan nadi) tiap 10-20 menit sesuai indikasi.
R/: Mendeteksi dini perubahan yang terjadi sehingga dapat mengantisipasinya.
• Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan perfusi jaringan dan potensial terjadi peningkatan TIK.
R/: Untuk menentukan asuhan keperawatan yang diberikan.
• Monitor suhu tubuh
R/: Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.
• Berikan posisi antitrendelenberg atau dengan meninggikan kepala kurang lebih 30 derajat.
R/: Mencegah terjadinya peningkatan TIK
• Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat diuretik seperti manitol, diamox
R/: Membantu mengurangi edema otak
Hasil yang diharapkan:
• Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK
• Terorientasi pada tempat, waktu dan respon
• Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Intervensi:
• Kaji status neurologi, tanda-tanda vital (tekanan darah meningkat, suhu naik, pernapasan sesak, dan nadi) tiap 10-20 menit sesuai indikasi.
R/: Mendeteksi dini perubahan yang terjadi sehingga dapat mengantisipasinya.
• Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan perfusi jaringan dan potensial terjadi peningkatan TIK.
R/: Untuk menentukan asuhan keperawatan yang diberikan.
• Monitor suhu tubuh
R/: Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.
• Berikan posisi antitrendelenberg atau dengan meninggikan kepala kurang lebih 30 derajat.
R/: Mencegah terjadinya peningkatan TIK
• Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat diuretik seperti manitol, diamox
R/: Membantu mengurangi edema otak
2.
Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat
kesadaran, kerusakan lobus parientalis, kerusakan nervus olfaktorius.
Hasil yang diharapkan:
• Kesadaran pasien kembali normal
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Observasi keadaan umum serta TTV
R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
• Orientasikan pasien terhadap orang, tempat dan waktu.
R/: Melatih kemampuan pasien dalam mengenal waktu, tempat dan lingkungan pasien.
• Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indra, misalnya: parfum
R/: Melatih kepekaan nervus olfaktorius.
• Kolaborasi medik untuk membatasi penggunaan sedativa
R/: Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien.
Hasil yang diharapkan:
• Kesadaran pasien kembali normal
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Observasi keadaan umum serta TTV
R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
• Orientasikan pasien terhadap orang, tempat dan waktu.
R/: Melatih kemampuan pasien dalam mengenal waktu, tempat dan lingkungan pasien.
• Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indra, misalnya: parfum
R/: Melatih kepekaan nervus olfaktorius.
• Kolaborasi medik untuk membatasi penggunaan sedativa
R/: Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien.
3.
Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, kelelahan
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan dengan tidak adanya kontraktur.
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Lakukan latihan pasif sedini mungkin
R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot.
• Beri foodboard/penyangga kaki
R/: Mempertahankan posisi ekstremitas
• Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai
R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi
• Kolaborasi fisioterapi
R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan dengan tidak adanya kontraktur.
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Lakukan latihan pasif sedini mungkin
R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot.
• Beri foodboard/penyangga kaki
R/: Mempertahankan posisi ekstremitas
• Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai
R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi
• Kolaborasi fisioterapi
R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur
4.
Resiko tinggi
injuri b.d adanya kejang, kebingungan.
Hasil yang diharapkan:
• Trauma fisik tidak terjadi
• Terjaganya batas kesadaran fungsi motorik
Intervensi:
• Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang
R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan asuhan keperawatan
• Perhatikan lingkungan
R/: Cegah terjadinya trauma
• Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.
R/: Memperlancar jalan napas.
• Tidak boleh diikat selama kejang.
R/: Mengurangi ketegangan
• Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)
R/: Membantu pembukaan jalan napas.
• Gunakan bantal tipis di kepala
R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial
• Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada pasien.
R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan orientasi terhadap kenyataan.
Hasil yang diharapkan:
• Trauma fisik tidak terjadi
• Terjaganya batas kesadaran fungsi motorik
Intervensi:
• Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang
R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan asuhan keperawatan
• Perhatikan lingkungan
R/: Cegah terjadinya trauma
• Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.
R/: Memperlancar jalan napas.
• Tidak boleh diikat selama kejang.
R/: Mengurangi ketegangan
• Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)
R/: Membantu pembukaan jalan napas.
• Gunakan bantal tipis di kepala
R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial
• Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada pasien.
R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan orientasi terhadap kenyataan.
5.
Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek
batuk yang kurang.
Hasil yang diharapkan:
• Tidak ada gangguan jalan napas
• Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar.
• Pernapasan teratur.
Intervensi:
• Kaji pernapasan, suara napas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan obat tambahan.
R/: Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret
• Catat karakteristik sputum (warna, jumlag, konsistensi)
R/: Pengeluaran sekret akan sulit jika kental
• Anjurkan minum 2500cc/hari.
R/: Mengencerkan lendir sehingga dapat dibatukkan
• Beri posisi fowler
R/: Memaksimalkam ekspansi paru dan memudahkan bernapas
• Kolaborasi pemberian O2 dan pengobatan/therapi
R/: Memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran sekret
Hasil yang diharapkan:
• Tidak ada gangguan jalan napas
• Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar.
• Pernapasan teratur.
Intervensi:
• Kaji pernapasan, suara napas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan obat tambahan.
R/: Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret
• Catat karakteristik sputum (warna, jumlag, konsistensi)
R/: Pengeluaran sekret akan sulit jika kental
• Anjurkan minum 2500cc/hari.
R/: Mengencerkan lendir sehingga dapat dibatukkan
• Beri posisi fowler
R/: Memaksimalkam ekspansi paru dan memudahkan bernapas
• Kolaborasi pemberian O2 dan pengobatan/therapi
R/: Memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran sekret
6.
Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang
berfugsinya proses berpikir
Hasil yang diharapkan:
• Membuat pernyataan tentang body image
• Mengekspresikan penerimaan body image
• Menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan informasi dan dukungan.
Intervensi:
• Kaji persamaan dan persepsi pasien tentang kurang berfungsinya proses berfikir dan ketidakmampuan mobilitas fisik.
R/: Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.
• Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan perubahan bod image
R/: Meningkatkan proses penerimaan diri.
• Dengarkan ungkapan pasien untuk menolak/menyangkal perubahan body image.
R/: Mengurangi rasa keterasingan terhadap perubahan body image.
• Hargai pemecahan masalah yang konstruktif untuk meningkatkan rasa penerimaan diri.
R/: Memberikan dukungan untuk meningkatkan body image.
Hasil yang diharapkan:
• Membuat pernyataan tentang body image
• Mengekspresikan penerimaan body image
• Menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan informasi dan dukungan.
Intervensi:
• Kaji persamaan dan persepsi pasien tentang kurang berfungsinya proses berfikir dan ketidakmampuan mobilitas fisik.
R/: Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.
• Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan perubahan bod image
R/: Meningkatkan proses penerimaan diri.
• Dengarkan ungkapan pasien untuk menolak/menyangkal perubahan body image.
R/: Mengurangi rasa keterasingan terhadap perubahan body image.
• Hargai pemecahan masalah yang konstruktif untuk meningkatkan rasa penerimaan diri.
R/: Memberikan dukungan untuk meningkatkan body image.
7.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kurang mampu menelan.
Hasil yang diharapkan:
• Berat badan normal
• Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.
• Terbebas dari malnutrisi.
Intervensi:
• Kaji kemampuan makan dan menelan.
R/: Membantu dalam menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya aspirasi
• Dengarkan suara peristaltik usus
R/: Membantu menentukan respon dari pemberian makanan dan adanya hiperperistaltik kemungkinan adanya komplikasi ileus.
• Berikan rasa nyaman saat makan, seperti posisi semi fowler/fowler.
R/: Mencegah adanya regurgitasi dan aspirasi
• Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/: Meningkatkan nafsu makan.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
R/: Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah malnutrisi
Hasil yang diharapkan:
• Berat badan normal
• Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.
• Terbebas dari malnutrisi.
Intervensi:
• Kaji kemampuan makan dan menelan.
R/: Membantu dalam menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya aspirasi
• Dengarkan suara peristaltik usus
R/: Membantu menentukan respon dari pemberian makanan dan adanya hiperperistaltik kemungkinan adanya komplikasi ileus.
• Berikan rasa nyaman saat makan, seperti posisi semi fowler/fowler.
R/: Mencegah adanya regurgitasi dan aspirasi
• Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/: Meningkatkan nafsu makan.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
R/: Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah malnutrisi
8.
Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas
fisik dan gangguan kognitif.
Hasil yang diharapkan:
• Kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi pasien terpenuhi.
• Pasien dapat merawat diri sesuai dengan kemampuan pasien.
Intervensi:
• Bantu perawatan diri pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: Kebutuhan pasien akan pemenuhan perawatan diri terpenuhi.
• Kaji kemampuan pasien dalam merawat diri.
R/: Menentukan asuhan keperawatan yang tepat.
• Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri bila sudah sembuh.
Hasil yang diharapkan:
• Kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi pasien terpenuhi.
• Pasien dapat merawat diri sesuai dengan kemampuan pasien.
Intervensi:
• Bantu perawatan diri pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: Kebutuhan pasien akan pemenuhan perawatan diri terpenuhi.
• Kaji kemampuan pasien dalam merawat diri.
R/: Menentukan asuhan keperawatan yang tepat.
• Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri bila sudah sembuh.
9.
Kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia
Hasil yang diharapkan:
• Kemampuan komunikasi verbal b.d aphasia
Intervensi:
• Kaji kemampuan pasien dalam komunikasi verbal
R/: Menentukan askep yang tepat
• Beri kesempatan pada pasien untuk menngungkapkan kebutuhannya
R/: Agar pasien terpenuhi kebutuhannya.
• Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bahasa isyarat.
R/: Kebutuhan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
• Ajarkan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
R/: Kalimat pendek dan singkat tidak membuat pasien lelah dan bingung.
Hasil yang diharapkan:
• Kemampuan komunikasi verbal b.d aphasia
Intervensi:
• Kaji kemampuan pasien dalam komunikasi verbal
R/: Menentukan askep yang tepat
• Beri kesempatan pada pasien untuk menngungkapkan kebutuhannya
R/: Agar pasien terpenuhi kebutuhannya.
• Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bahasa isyarat.
R/: Kebutuhan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
• Ajarkan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
R/: Kalimat pendek dan singkat tidak membuat pasien lelah dan bingung.
10.
Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma sakit kepala.
Hasil yang diharapkan:
• Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
• Kaji lokasi nyeri, intensitas dan keluhan pasien.
R/: Menentukan intervensi yang tepat
• Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
R/: Ketegangan saraf yang mengendor akan mengurangi rasa nyeri.
• Beri posisi tidur dengan kepala tanpa bantal
R/: Tekanan intrakranial turun akan mengurangi rasa nyeri
• Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik
R/: Analgetik meningkatkan ambang rasa nyeri.
k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
Hasil yang diharapkan:
• Tidak terjadi kerusakan kulit, dekubitus.
Intervensi:
• Kaji keadaan kulit pasien.
R/: Menentukan askep yang tepat.
• Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.
R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan menimbulkan nekrose
• Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan
R/: Meningkatkan sirkulasi darah
• Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.
R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.
Hasil yang diharapkan:
• Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
• Kaji lokasi nyeri, intensitas dan keluhan pasien.
R/: Menentukan intervensi yang tepat
• Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
R/: Ketegangan saraf yang mengendor akan mengurangi rasa nyeri.
• Beri posisi tidur dengan kepala tanpa bantal
R/: Tekanan intrakranial turun akan mengurangi rasa nyeri
• Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik
R/: Analgetik meningkatkan ambang rasa nyeri.
k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
Hasil yang diharapkan:
• Tidak terjadi kerusakan kulit, dekubitus.
Intervensi:
• Kaji keadaan kulit pasien.
R/: Menentukan askep yang tepat.
• Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.
R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan menimbulkan nekrose
• Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan
R/: Meningkatkan sirkulasi darah
• Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.
R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.
11.
Perubahan pola eliminasi urine : inkontinensia atau
retensi urine b.d terganggunya saraf kontrol.
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine
Intervensi:
• Kaji pola berkemih
R/: Menentukan tindakan
• Catat intake dan output
R/: Mengetahui balance cairan
• Pasang kateter kondom
R/: Mencegah infeksi
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine
Intervensi:
• Kaji pola berkemih
R/: Menentukan tindakan
• Catat intake dan output
R/: Mengetahui balance cairan
• Pasang kateter kondom
R/: Mencegah infeksi
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Trauma
kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas
berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak,
percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan
bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan
penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Hal yang menyebabkan cedera kepala adalah Terjatuh dari ketinggian, benturan, dan pukulan, Kecelakaan kerja, Kecelakaan
lallu lintas, Perkelahian, dll
2. Saran
Pada
makalah ini penulis menyarankan mahasiswa kesehatan senantiasa menggunakan
metode proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien
dengan trauma capitis serta memberikan pendidikan kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://buddifarma.blogspot.com/2013/03/askep-cedera-kepala.html
http://rizqirustiansyah.blogspot.com/2013/03/askep-trauma-capitis.html
http://say-a.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-trauma-kapitis.html
http://sulantyballaskepns.blogspot.com/2011/10/askep-trauma-capitis.html
http://yenibeth.wordpress.com/2008/08/05/askep-pada-trauma-kapitis/