Sistem Imun dan
Hematologi
“Lupus Eritema Sistemik”
Di SUSUN
Oleh:
Kelompok I
1. Reski Ria Sari
2. Irmayanti
3. Rezky Fatimah Zahra
4. Dewi Indra Sari
5. Hasnawiyah
6. Karmila
7. Ismail
STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
KATA PENGANTAR
Puji
syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah memungkinkan kami untuk
menyusun makalah ini, sehingga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pelajar
atau mahasiswa program studi keperawatan dan lainnya. Hanya dengan kekuatan
dengan kesabaran yang dilimpahkan-Nya, makalah ini dapat dituntaskan.
Adapun
tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan untuk
menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah sistem imun dan
hematologi.
Dan tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Askep Lupus Eritema” ini.
Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan kemampuan dalam menyusun makalah pada masa yang akan datang.
Sekian dan terima kasih.
Penyusun
Daftar Isi
hal
Kata Pengantar............................................................................................................ ii
Daftar Isi........................................................................................................................ iii
Bab 1
1. Latar Belakang................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
3. Tujuan................................................................................................................ 2 .......................................................................................................................
4. Manfaat.............................................................................................................. 2
Bab
2
1. Definisi LES ..................................................................................................... 3
2. Klasifikasi LES ................................................................................................ 4
3. Tanda dan Gejala LES.................................................................................... 5
4. Etiologi LES...................................................................................................... 6
5. Patofisiologi LES............................................................................................. 7
6. Manifestasi Klinis LES.................................................................................... 7
7. Pemeriksaan Penunjang LES.................................................................... 12
8. Komplikasi LES.............................................................................................. 12
9. Penatalaksanaan LES................................................................................. 13
10. Asuhan Keperawatan LES.......................................................................... 14
Bab
3
1. Kesimpulan.................................................................................................... 19
2. Saran............................................................................................................... 19
Daftar Pustaka........................................................................................................... 20
Bab 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Lupus Eritematosus sistemik atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
adalah penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui, dengan
perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan
ekuaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam auto antibodi dalam
tubuh. (http://www.medicastore.com : 2004)
SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem. Berbeda dengan
penyakit autoimun organ spesifik (misalnya diabetes mellitus tipe 1, miastenia
gravis, penyakit graver, dsb) dimana suatu respon autoimun tunggal mempunyai
sasaran terhadap suatu jaringan tertentu dan menimbulkan gejala klinis yang
karakteristik, SLE ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksi imun abnormal yang
menghasilkan beragam manifestasi klinis.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan
dalam melawan infeksi. Pada penyakit lupus dan penyakit auto imun lainnya,
sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang
dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri.
Lupus bisa berdampak pada semua organ tubuh dari kulit, paru-paru, jantung,
ginjal, saraf, otak maupun sendi dan menimbulkan kematian. Lupus bisa mengenal
siapa saja dari berbagai usia dan kalangan. Bahkan lupus sama bahayanya dengan
kanker, jantung maupun AIDS.
Penyakit lupus memang belum sepopuler penyakit jantung, kanker, dan
lainnya. Padahal penderita lupus di Indonesia ini cukup banyak dan semakin
meningkat. Hingga kini, lupus memang belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Selain itu, lupus sering disebut sebagai penyakit 1000 wajah karena
penyakit ini menyerupai penyakit lain. Sayangnya, bagi masyarakat penyakit
lupus ini masih sangat awam.
Untuk itu kami mengambil judul “LES” agar dapat mengungkap tentang seberapa aneh dan bahayanya penyakit lupus
ini bagi seseorang yang menderitanya.
2.
Rumusan Masalah
Adapn rumusan masalah dari makalah yang berjudul “LES”
ini adalah:
1. Apa definisi
LES?
2. Bagaimana
pengklasifikasian LES ?
3. Apa saja
tanda dan gejala LES ?
4. Apa saja
etiologi LES ?
5. Bagaimana
patofisiologi LES ?
6. Apa saja
manifestasi klinis LES ?
7. Apa saja
pemeriksaan penunjang LES?
8. Apa saja
komplikasi LES?
9. Bagaimana
penatalaksanaan LES?
10. Bagaimana
asuhan keperawatan LES?
3. Tujuan
Makalah in dibuat dengan tujuan setelah mempelajari dan memahami makalah
ini pembaca dapat:
1) Mengetahui
pengertian dam pengklasifikasian LES
2) Mengetahui
tanda dan gejala LES
3) Memahami
tentang patofisiologi LES
4) Mampu
menyebutkan etiologi LES
5) Mengetahui
manifestasi klinis LES
6) Mengetahui
pelaksanaan dan komplikasi LES
7) Mampu
menerapkan askep pada LES
8) Dll.
4. Manfaat
Adapun manfaat dibuatnya makalah ini
adalah untuk mengetahui, memahami, menelaah hal-hal yang berkaitan dengan LES,
sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupn sehari-hari, lebih-lebih dalam
dunia kesehatan sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian LES
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang
ditandai dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada
wajah, telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya.
Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
adalah penyakit autoimun yang terjadi karena produksi antibodi terhadap
komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang
sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi
luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode
remisi.
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang
mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengindap
penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit
Lupus mencapai 5 juta orang, lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap
tahunnya.
Arti kata lupus sendiri dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan”. Istilah
ini mulai dikenal sekitar satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini
dikira mempunyai kelainan kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi .
Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah
berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan timbul
sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang
hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh.
2.
Klasifikasi
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
1. Discoid Lupus
Lesi
berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang
meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini
timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada.
Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi
dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara
menetap (Hahn, 2005).
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE
merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak
faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap
dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan
fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
3. Lupus yang
diinduksi oleh obat
Lupus yang
disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak
terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan
dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut (Herfindal et al.,
2000).
3. Tanda dan
Gejala
Gejala-gejala penyakit dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES)
alias Lupus. Eritomatosus artinya kemerahan. sedangkan sistemik bermakna
menyebar luas keberbagai organ tubuh. Istilahnya disebut LES atau Lupus.
Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:
1.
Kulit yang mudah gosong akibat
sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan.
2.
Gejala umumnya penderita
sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala
ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif)
menghilang.
3.
Pada kulit, akan muncul ruam
merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly
rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh,
menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini,
maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai
mengidap Lupus.
4.
Anemia yang diakibatkan oleh
sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit LUPUS ini
5.
Rambut yang sering rontok dan
rasa lelah yang berlebihan
4. Etiologi
Belum diketahui dengan jelas , namun terdapat banyak
bukti bahwa Sistemik lupus erythematosus (SLE) bersifat multifaktor, mencakup :
a. Genetik
a. Genetik
Faktor genetic mempunyai pengaruh penting
dalam kerentanan dan ekpresi penyakit. Sekitar 10 % - 20 % pasien SLE mempunyai
kerabat dekat yang juga menderita SLE. Penelitian menunjukkan bahwa banyak Gen
yang berperan terutama yang mengkode system Imun seperti Gen yang mengkode
reseptor sel T, Imunoglobulin dan sitokin.
b. Infeksi
b. Infeksi
infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan
perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi
antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu
terjadinya SLE ..
c. Lingkungan / cahaya matahari
c. Lingkungan / cahaya matahari
Faktor
lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan
sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit.
d. Stress
f. Faktor Resiko : hormon; imunitas; obat
d. Stress
f. Faktor Resiko : hormon; imunitas; obat
SLE
juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak
terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan
dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut.
5. Pathofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif)
dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun
dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
6. Manifestasi Klinis
a)
manifestasi
muskuloskeletal
Keluhan
muskuloskeletal merupakan manifestasi yang paling sering di jumpai pada pasien
LES, lebih dari 90%. keluhan dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri sendi
(atralgia) atau merupakan suatu atritis dimana tampak jelas bukti inflamasi
sendi. Keluhan ini sering kali di anggap sebagai manifestasi artitisreumatoid
karena ktterbatasan sendi yang banyak
dan simetris.untuk ini perlu dibedakan dengan atritis reumatoid di mana
pada umumnya LES tidak menyebabkan kelainan deformitas, kaku sendi yang
berlangsung beberapa menit dan sebagainya.satu hal yang perlu diperhatikan
adalah kemungkinan ada nya koinsidensi penyakit autoimun lain seperti atritis
reumatoid, foliniositis, skleroderma atau manifestasi klinis penyakit-penyakit
tersebut merupakan bagian gejala klinis LES.
b)
manifestasi
intergumen
Ruam kulit
merupakan manifestasi LES pada kulit yang telah lama di kenal oleh para
ahli.sejak era Rogerius, Paracelsus, Hebra sebelum abad 19 manifestasi kulit
seperti seborea kongestifa,herpes esthimones dan sebagainya telah di
perdebadkan sebagai suatu lesi kulit pada LES.lesi muko/kutaneous yang tampak
sebagai bagian LES dapat berupa reaksi foto sensitivitas, diskoid LE(DLE),
subakute kutaneus lupus eritheima tosus (SCLE), Lupus profundus/paniculitis,
alpecia lesi vaskular berupa eritema periungual, livedo reticularis
teleangiektasia, fenomena raynaud’s atau vaskulitis atau bercak yang menonjol
berwarna putih perak dan dapat pula berupa bercak eritema pada palatum mole dan
durum,bercak atrofis,eritema atau depigmentasi pada bibir.
c)
manifestasi
kardiologis
Baik
perikardium, miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah coroner dapat
terlibat pada pasien LES, walaupun yang paling banyak terkena adalah
perikardium.
Perikarditis
harus di curigai apabila di jumpai adanya keluhan nyeri substernal, friction
rub, gambaran silahouette sign foto dada, ataupun melalui gambaran EKG,
Ekokardiografi, apabila di jumpai adanya aritmia atau gangguan konduksi,
kardiomegali bahkan takikardia yang tidak jelas penyebabnya, maka kecurigaan
adanya miokarditis perlu di buktikan lebih lanjut.
Penyakit
jantung koroner dapat pula di jumpai pada pasien LES dan bermanifestasi sebagai
angina fektoris, infark miokard atau gagal jantung kongestif. Keadaan ini
semakin banyak di jumpai pada pasien LES usia muda dengan jangka penting yang
panjang serta penggunaan steroid jangka panjang.
Valkulitis,
gangguan konduksi serta hipertensi merupakan komplikasi yang lain juga sering
di jumpai pada pasien LES. Vegetasi pada katup jantung merupakan akumulasi dari
kompleks imun, sel mononuklear jaringan nekrosis, jaringan paru, hematoks silin
bodies, fibrin dan trombus trombosit. Manifestasi yang sering di jumpai adalah
bising jantung sistolik dan diastolik.
d)
manisfestasi
neuropsikiatrik
Keterlibatan
neuropsikiatrik akibat LES sulit di tegakan karena gambaran klinis yang begitu
luas. Kelainan ini di kelompokan sebagai manifestasi neurologik dan psikiatrik.
Diagnosis lebih banyak di dasarkan pada temuan klinis dengan menyingkirkan
kemungkinan lain seperti sepsis,urenia,dan hipertensi berat.
Pembuktian
ada keterlibatan syaraf pusat tidak terlalu banyak membantu proses penegakan
diagnosis ini. Dapat di jumpai kelainan EEG namun tidak spesifik. Pada cairan
serebospinal dapat di temukan kompleks imun. Kadar C4 rendah, peningkatan IgG,
IgA dan atau IgM, peningkatan jumlah sel, peningkatan kadar protein
ataupenurunan kadar glukosa.
Keterlibatan
susunan syaraf pusat dapat bermanifestasi sebagai epilepsi, hemiparesis, lesi
syaraf kranial, lesi batang otak, meningitisaseptik atau myelitis transversal.
Sedangkan pada susunan syaraf tepi akan bermanifestasi sebagai perifer,
myastenia gravis atau mononeuritis multiflex. Dari segi psikiatrik, gangguan
fungsi mental dapat bersifat organik atau non organik.
e)
manifestasi renal
Keterlibatan
ginjal dijumpai pada 40-75%pen-derita
yang sebagian besar terjadi setelah 5 tahun menderita LES. Rasio wanita:pria
dengan kelainan ini adalah 10:1, dengan puncak insidensi antara usia 20-30
tahun.
Gejala atau
tanda keterlibatan renal pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan
ginjal atau sindroma nefrotik pemeriksaan terhadap protein urin >500 mg/24
jam atau 3+ semi kwantitatif. Adanya cetakan granuler, hemoglobin, tubuler,
eritrosit atau gabungan serta pyuria (>5/LPB) tanpa bukti adanya infeksi
serta peningkatan kadar serum kreatinin menunjukan adanya keterlibatan ginjal
pada pasien LES. Akan tetapi melalui biopsi ginjal akan diperoleh data yang
lebih akurat untuk menilai keterlibatan ginjal ini. WHO membagi klasifikasi keterlibatan
ginjal atas dasar hasil biopsi menjadi 6 klas.
Kajian yang
masih kontroversil dan menarik untuk dibahas adalah kaitan antara gambaran
klinis, laboratorik, klasifikasi patologi. Kajian ini diperlukan sehubungan
dengan kepentingan strategi pengobatan dimana tujuan utamanya adalah
memprtahankan fungsi ginjal. Namun demikian adanya proteinnuria, piura serta
buruknya bersihan kreatinin dapat diakibatkan sebab lain seperti infeksi,
glomeruinefritis, efek toksik obat pada ginjal.
f)
manifestai paru
Berbagai
manifestasi klinis pada paru-paru dapat terjadi baik berupa radang interstitial
parenkim paru (pneumonitis), emboli paru, hipertensi pulmonum, perdarahan apru,
atau shrinking lung syndrom .
Pneumonitis
lupus dapat terjadi secara akut atau berlanjut menjadi kronik. Pada keadaan
akut perlu dibedakan dengan pneumonia bakterial dan apabila terjadi keraguan
dapat dilakukan tindakan invasive seperti bilas bronkhoalveolar. Biasanya
pasien akan merasa sesak, batk kering, dan dijumpai ronkhidi basal. Keadaan ini
terjadi sebagai akibat deposisi kompleks imun pada elveolus atau pembuluh darah
paru, baik disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis lupus ini memberikan
respons yang baik dengan pmeberian steroid.
Hemoptitis
merupakan keadaan yang serius apabila merupakan bagian dari perdarahan paru
akibat LES ini dan memerlukan penanganan yang tepat, dimana tidak hanya
penggunaan steroid namun tindakan pengobatan lain seperti lasmaferesis atau
pemberian sitostatika.
g)
manifestasi
gastrointestinal
Manifestasi
gastrointestinal tidak spesifik pada pasien LES, karena dapat merupakan
cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit ini atau sebagai akibat
pengobatan.
Secara
klinis tampak adanya keluhan penyakit pada esofagus, mesenteric vasculitis,
inflamatory bowel disease (IBS),pankreatitis dan penyakit hati.
Disfagia
merupakan keluhan yang biasanya menonjol pada saat pasien dalam keadaan
tertekan dan sifatnya episodik. Walaupun tidak dapat dibuktikan adanya kelainan
pada esofagus tersebut, kecuali gangguan motilitas.
Keluhan
dispesia yang dijumpai pada lebih kurang 50% pasien LES, lebih banyak dijumpai
pada mereka yang memakai glukokortikoid. Bahkan adanya ulkkus juga berkaitan
dengan pemakaian obat ini.
Nyeri
abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada peritoneum, yang dibuktikan
dengan pemeriksaan autopsi.
Kelainan
lain seperti IBS sulit dibedakan dengan causa idiopatik karena gambaran klinis
yang tidak banyak berbeda.
Vaskullitis
yang terjadi di daerah mesenterik perlu mendapat perhatian yang besar karena,
walaupun jarang, dapat mengakibatkan perforasi usus halus ataun colon yang
berakibat fatal. Keluha ditandai dengan nyeri di daerah abdominal bawah yanng
hilang timbul dalam periode beberapa minggu atau bulan.pembuktian adannya
vaskulitis dilakukan dengan arteriografi.
Pankreatitis
akut dijumpai sekitar 8% pasien LES. Keluhan ditandai dengan adanya nyeri
abdominal bagian atas disertai mual dan muntah serta peningkatan serum amilase.
Sampai saat ini penyebabnya masih dipertanyakan apakah memang karena LES itu
sendiri atau akibat pengobatan steroid, azathioprin yang diketahui dapat
menyebabkan pankreatitis. Namun demikian pula pankreatitis pada pasien yang
tidak mendapatkan steroid.
Hepatomegali
merupakan pembesaran organ yang banyak dijumpai pada LES, disertai dengan
peningkata serum SGOT/ SGPT ataupun fosfatase alkali dan LDH. Kelainan ini
herkaitan dengan aktivitas penyakit dan penggunaan anti inflamasi non steroid,
terutama salisilat. Kecurigaan terhadap LES pelu dipikirkan apabila pada
seorang wanita muda dengan poliartritis dan mendapatkan salisilat didapatkan
peningkatan serum SGOT/ SGPT. Tranminase ini akan kembali normal apabila
aktibitas LES dapat dikontrol dan anti inflamasi dihentikan. Belum jelas hingga
kini apakah kelainan hati yang terjadi merupakan bagian dari LES. Konsidensi
dengan LES, atau merupakan Lupoid Hepatitis (autoimmune chronic active
hepatitis) dan tidak dijumpai buktinya adanya kaitan infeksi hepatitis B (HBV).
7.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan:
a) Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia,trombositopenia.
b) Kelainan imunologis
Ditemukan sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA,
ENA (extractable nuclear antigen), faktor reumatoid, krioglobulin, dan uji lues
yang positif semu.
Histopatologi
a) Umum:
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi
onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.
b) Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa.
c)
Kulit :
Pemeriksaan imunofluresensidirek menunjukkan deposit IgG granular pada
dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada
kulit yang tak terkena (70%) (lupus band test) yang paling karakteristik untuk
SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan tidak terpajan
(non-exposed areas).
8. Komplikasi
1.
Infeksi
saluran kemih
3.
Gagal ginjal
4.
Osteonekrosis
tulang pinggul/pangkal paha akibat penggunaan streroid jangka panjang
9. Penatalaksanaan
Untuk penalataksanaan, pasiemn LES dibagi menjadi ;
1.
kelompok Ringan :
LES dengan gejala –gejala panas, artritis, perikarditis ringan, kelelehan
dan sakit kepala.
2.
Kelompok Berat :
LES dengan gejala-gejala efusi pleura dan perikarmasif, penyakit ginjal,
anemi hemolitik, trombositopema, lupus serebral, vaskulitis akut, mio karditis,
pneomoritis lupus dan peredaran parut.
PENATALAKSAAN UMUM.
1.
Upaya mengurangi kekelahan disamping pemberian
obat ialah cukup istirahat, perbatasan aktinitas yang berlebihan dan mampu
mengubah gaya hidup.
2.
hindari merokok, perubahan cuaca, stres dan
trauma fisik.
3.
Diet sesuai kelainan.
4.
Hindari pukul 10.00 – 15.00 dan hindari
pemakaian kontrasepsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen.
PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA :
1.
LES derajat ringan, yaitu :
Aspirin dan obat anti-inflamasi non streoid.
Penambahan obat anti malaria hanya bila ada ruam kulit dan lesi dimukaosa
membran.
Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5 –5 mg/hari. Dosis dapat dinaikkan
20% secara bertahap tiap 1 – 2 minggu sesuai kebutuhan.
2.
LES derajat berat :
Pemberian streoid istemik merupakan pertama dengan dosis sesuai dengaqn
kelainan organ sasdaran yang terkena
3.
Pengobatan pada keadaan khusus
Anemia Hemolitik autoimun.
Prednison 60 – 80 mg/hr (1 – 1,5 mg/kg BB/hari ). Dapat ditingkatkan sampai 100
– 120 kg/hr bl dalam beberapa hari sampai 1 gg blm ada perbaikan respon dalam 4
mgg, ditambahkan imonoglobulin intervena (IV ig) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hr
selama 1 hario berturut-turut.
Vaskulis sistemik akut
prednison 60-100 mg /hr dalam kadaan akut diberikan parenteral.
Perikarditis ringan , obat
antiinflamasi non streoid atau anti malaria. Bila tidak efektif, dapat
diberikan predinson 20 – 40 mg/hr.
Miokardityis, prednison 1
mg/kg BB/hr dan bila tidak efektif dpat dikombinasikan sistem fosfamid.
Efusi fluera predinson 15 – 40
mg/hr. bila efusi masih dilakukan efusi fleura / drynase.
Lupus pneomonitis. Prednison 1
– 1,5 mg/kg bb/hr untuk 3 – 5 hari bila berhasil dilanjutkan pemberian oral 5 –
7/hr lalu diturunkan perlahan dapat diberikan metil prednison solon pulse dosis
selama 3 hr berturut-turut.
10.
Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan yang diberikan
kepada klien dengan epilepsy adalah berdasarkan pada tahapan-tahapan dalam
proses keperawatan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengkajian, penentuan
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evalusi.
a) Pengkajian
Penting
dilakukan Pengkajian terhadap Klien secara holistik ( Biologis,
Psikologis,Social dan Spiritual ) untuk mendapatkan data yang lengkap dan
sistematis,
Adapun
metode yang dapat dipakai dalam Proses Pengkajian yaitu :
a. Anamnesa;
Alasan
dirawat / Keluhan utama
Riwayat kesehatan dan penyakit yang lalu
Masalah
kesehatan yang sedang dialami
Masalah pola
fungsi sehari-hari
Masalah yang
dirasakan beresiko atau diketahui beresiko tinggi pada klien
Pola emosi, konsep diri, Gambaran diri,pola pemecahan masalah
Masalah
kebudayaan / kepercayaan, Nilai, Keyakinan
Hubungan
social/keluarga.dll
b.Pemeriksaan
Pisik.
·
Inspeksi;
Pengamatan secara seksama setatus kesehatan Klien dari kepala sampai kaki.
Pada Klien dengan SLE mungkin akan ditemukan antara lain:
Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu ) pada daerah pipi dan
hidung
Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya sirkulasi dan
hipoksia kronik
Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung, pada beberapa penderita
ditemukan eritema atau sikatrik.
Luka-luka di
selaput lender mulut atau pharing.
Dapat terlihat tanda peradangan satu atau lebih persendian yaitu
pembengkakan, warna kemerahan dan rentang gerak yang terbatas.
Perdarahan sering terjadi terutama dari mulut atau bercampur urina ( urine
kemerahan )
Gerakan dinding thorak mungkin tidak simetris atau tampak tanda – tanda
sesak ( Napas cuping hidung, Retraksi supra sterna, bahkan intercostals,apabila
terdapat ganguan organ paru.
·
Palpasi.;
Pemeriksaan
dengan meraba klien
Sklerosis, yaitu terjadi pengencangan dan pengerasan kulit jari-jari tangan
Nyeri tekan
pada daerah sendi yang meradang
Oedem mata dan kaki, mungkin menandakan keterlibatan ginjal dan hipertensi
·
Perkusi;
Pemeriksaan
pisik dengan mengetuk bagian tubuh tertentu; untuk mengetahui Reflek, atau
untuk mengetahui kesehatan suatu organ tubuh misalnya : Perkusi organ dada
untuk mengetahui keadaan Paru dan jantung.
·
Auscultasi
Pemeriksaan pisik dengan cara mendengar, biasanya menggunakan alat
Stetoskup, antara lain untuk mendengar denyut jantung dan Paru-paru.
b)
Perumusan Diagnosa/masalah
klien
1.
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan lesi pada kulit.
2.
Mobilitas fisik kerusakan
berhubungan dengan defometas skeletal
3.
Nyeri berhubungan dengan
inflamasi dan kerusakan jaringan
4.
Keletihan berhubungan dengan
peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,
5.
Gangguan citra tubuh
berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan
d) Implementasi/Intervensi
1.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
lesi pada kulit.
Intervensi : - Kaji warna dan kedalaman lesi perhatikan adanya nekrotik dan jaringan perut.
- Beri perawatan pada lesi.
- Pertahankan penutupan lesi.
- Hindari trauma.
- Intruksikan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi. ( Doenges, 2000
Intervensi : - Kaji warna dan kedalaman lesi perhatikan adanya nekrotik dan jaringan perut.
- Beri perawatan pada lesi.
- Pertahankan penutupan lesi.
- Hindari trauma.
- Intruksikan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi. ( Doenges, 2000
2.
Mobilitas fisik kerusakan berhubungan dengan
defometas skeletal
Tujuan : Mempertahankan fungsi dengan tidak hadirnya atau pembatasan kontraktor.
Intervensi : - Memantau tingkat inflamasi sakit pada sendi.
- Pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
- Gunakan bantal kecil atau tipis dibawah leher.
- Berikan matras busa atau pengubah tekanan.
- Berikan obat sesuai indikasi ( Doenges, 2000 )
Tujuan : Mempertahankan fungsi dengan tidak hadirnya atau pembatasan kontraktor.
Intervensi : - Memantau tingkat inflamasi sakit pada sendi.
- Pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
- Gunakan bantal kecil atau tipis dibawah leher.
- Berikan matras busa atau pengubah tekanan.
- Berikan obat sesuai indikasi ( Doenges, 2000 )
3.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan
jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres hangat; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres hangat; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
4.
Keletihan berhubungan dengan peningkatan
aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Beri penjelasan tentang keletihan :
• hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
• menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara melaksanakannya
• mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
• menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan emosional
• menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga
• kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
d. Rujuk dan dorong program kondisioning.
e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Beri penjelasan tentang keletihan :
• hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
• menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara melaksanakannya
• mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
• menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan emosional
• menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga
• kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
d. Rujuk dan dorong program kondisioning.
e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.
5.
Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan
perubahan dan ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit
kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan enyakit.
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penanganannya.
b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
• Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
• Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
• Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan enyakit.
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penanganannya.
b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
• Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
• Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
• Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif
Bab 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah
penyakit autoimun yang terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti
sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas
pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada
pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.
Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah kulit yang mudah gosong akibat
sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan, penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan
pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa
remisi (nonaktif) menghilang, pada kulit, akan muncul ruam
merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly
rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh,
menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini,
maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai
mengidap Lupus, anemia yang diakibatkan oleh
sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit lupus ini, rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan
2. Saran
·
Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari LES.
·
Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit LES dengan
cepat, teliti dan terampil.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marlyne ( 2000 ) Rencana Asuhan Keperawatan EGC, Jakarta
http://ansarlovesithy.blogspot.com/2011/12/askep-lupus-erythematosus- sistemic.html
http://igawindasari.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-pasien-lupus.html
http://penyakit-lupus.com/cara-mencegah-penyakit-lupus/
http://princyleni.blogspot.com/2012/01/askep-sistemik-lupus-erytamotosus.html
http://wanenoor.blogspot.com/2012/12/penyakit-lupus-eritematosus-sistemik.html
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar