Jumat, 01 Januari 2016

Askep Sistem Imun dan Hematologi "Lupus Eritema Sistemik"



Sistem Imun dan Hematologi
“Lupus Eritema Sistemik”


Di SUSUN

Oleh:
Kelompok I
1. Reski Ria Sari
2. Irmayanti
3. Rezky Fatimah Zahra
4. Dewi Indra Sari
5. Hasnawiyah
6. Karmila
7. Ismail



STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

KATA PENGANTAR

            Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah memungkinkan kami untuk menyusun makalah ini, sehingga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pelajar atau mahasiswa program studi keperawatan dan lainnya. Hanya dengan kekuatan dengan kesabaran yang dilimpahkan-Nya, makalah ini dapat dituntaskan.

             Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan untuk menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah sistem imun dan hematologi.

             Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Askep Lupus Eritema” ini.

           Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan kemampuan dalam menyusun makalah pada masa yang akan datang.
             Sekian dan terima kasih.
                                                                                       
                                                                                            
                                                                                            Penyusun





Daftar Isi

                                                                                                                                        hal 
Kata Pengantar............................................................................................................ ii
Daftar Isi........................................................................................................................ iii
Bab 1
1.    Latar Belakang................................................................................................. 1    
2.    Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
3.    Tujuan................................................................................................................ 2                                           .......................................................................................................................
4.    Manfaat.............................................................................................................. 2
Bab 2
1.    Definisi LES ..................................................................................................... 3
2.    Klasifikasi LES ................................................................................................ 4
3.    Tanda dan Gejala LES.................................................................................... 5
4.    Etiologi LES...................................................................................................... 6
5.    Patofisiologi LES............................................................................................. 7
6.    Manifestasi Klinis LES.................................................................................... 7    
7.    Pemeriksaan Penunjang LES.................................................................... 12
8.    Komplikasi LES.............................................................................................. 12
9.    Penatalaksanaan LES................................................................................. 13
10. Asuhan Keperawatan LES.......................................................................... 14
Bab 3
1.    Kesimpulan.................................................................................................... 19
2.    Saran............................................................................................................... 19
Daftar Pustaka........................................................................................................... 20


Bab 1
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
        Lupus Eritematosus sistemik atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan ekuaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam auto antibodi dalam tubuh. (http://www.medicastore.com : 2004)
         SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem. Berbeda dengan penyakit autoimun organ spesifik (misalnya diabetes mellitus tipe 1, miastenia gravis, penyakit graver, dsb) dimana suatu respon autoimun tunggal mempunyai sasaran terhadap suatu jaringan tertentu dan menimbulkan gejala klinis yang karakteristik, SLE ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksi imun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinis.
         Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan dalam melawan infeksi. Pada penyakit lupus dan penyakit auto imun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri.
          Lupus bisa berdampak pada semua organ tubuh dari kulit, paru-paru, jantung, ginjal, saraf, otak maupun sendi dan menimbulkan kematian. Lupus bisa mengenal siapa saja dari berbagai usia dan kalangan. Bahkan lupus sama bahayanya dengan kanker, jantung maupun AIDS.
        Penyakit lupus memang belum sepopuler penyakit jantung, kanker, dan lainnya. Padahal penderita lupus di Indonesia ini cukup banyak dan semakin meningkat. Hingga kini, lupus memang belum diketahui secara pasti penyebabnya.
        Selain itu, lupus sering disebut sebagai penyakit 1000 wajah karena penyakit ini menyerupai penyakit lain. Sayangnya, bagi masyarakat penyakit lupus ini masih sangat awam.
         Untuk itu kami mengambil judul “LES” agar dapat mengungkap tentang seberapa aneh dan bahayanya penyakit lupus ini bagi seseorang yang menderitanya.

2.  Rumusan Masalah
         Adapn rumusan masalah dari makalah yang berjudul “LES” ini adalah:
1.    Apa definisi LES?
2.    Bagaimana pengklasifikasian LES ?
3.    Apa saja tanda dan gejala LES ?
4.    Apa saja etiologi LES ?
5.    Bagaimana patofisiologi LES ?
6.    Apa saja manifestasi klinis LES ?
7.    Apa saja pemeriksaan penunjang LES?
8.    Apa saja komplikasi LES?
9.    Bagaimana penatalaksanaan LES?
10. Bagaimana asuhan keperawatan LES?

3.  Tujuan
        Makalah in dibuat dengan tujuan setelah mempelajari dan memahami makalah ini pembaca dapat:
1)    Mengetahui pengertian dam pengklasifikasian LES
2)    Mengetahui tanda dan gejala LES
3)    Memahami tentang patofisiologi LES
4)    Mampu menyebutkan etiologi LES
5)    Mengetahui manifestasi klinis LES
6)    Mengetahui pelaksanaan dan komplikasi LES
7)    Mampu menerapkan askep pada LES
8)    Dll.

4.  Manfaat
     Adapun manfaat dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami, menelaah hal-hal yang berkaitan dengan LES, sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupn sehari-hari, lebih-lebih dalam dunia kesehatan sendiri.












BAB II
PEMBAHASAN

1.  Pengertian LES
          Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya.
          Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.
          Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit     pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit Lupus mencapai 5 juta orang, lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.
          Arti kata lupus sendiri dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan”. Istilah ini mulai dikenal sekitar satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini dikira mempunyai kelainan kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi . Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh.

2.    Klasifikasi
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
        1.      Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
       2.      Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
      3.      Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).

3.  Tanda dan Gejala
Gejala-gejala penyakit dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES) alias Lupus. Eritomatosus artinya kemerahan. sedangkan sistemik bermakna menyebar luas keberbagai organ tubuh. Istilahnya disebut LES atau Lupus. Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:
1.    Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan.
2.    Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
3.    Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.
4.    Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit LUPUS ini
5.    Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan

4.  Etiologi
Belum diketahui dengan jelas , namun terdapat banyak bukti bahwa Sistemik lupus erythematosus (SLE) bersifat multifaktor, mencakup :
a. Genetik
     Faktor genetic mempunyai pengaruh penting dalam kerentanan dan ekpresi penyakit. Sekitar 10 % - 20 % pasien SLE mempunyai kerabat dekat yang juga menderita SLE. Penelitian menunjukkan bahwa banyak Gen yang berperan terutama yang mengkode system Imun seperti Gen yang mengkode reseptor sel T, Imunoglobulin dan sitokin.
b. Infeksi
       infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE ..
c. Lingkungan / cahaya matahari
       Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV  yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit.
d. Stress

f. Faktor Resiko : hormon; imunitas; obat
         SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh.  Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.


5.  Pathofisiologi
              Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
              Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

6.  Manifestasi Klinis
a)      manifestasi muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal merupakan manifestasi yang paling sering di jumpai pada pasien LES, lebih dari 90%. keluhan dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (atralgia) atau merupakan suatu atritis dimana tampak jelas bukti inflamasi sendi. Keluhan ini sering kali di anggap sebagai manifestasi artitisreumatoid karena ktterbatasan sendi yang banyak  dan simetris.untuk ini perlu dibedakan dengan atritis reumatoid di mana pada umumnya LES tidak menyebabkan kelainan deformitas, kaku sendi yang berlangsung beberapa menit dan sebagainya.satu hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan ada nya koinsidensi penyakit autoimun lain seperti atritis reumatoid, foliniositis, skleroderma atau manifestasi klinis penyakit-penyakit tersebut merupakan bagian gejala klinis LES.
b)      manifestasi intergumen
Ruam kulit merupakan manifestasi LES pada kulit yang telah lama di kenal oleh para ahli.sejak era Rogerius, Paracelsus, Hebra sebelum abad 19 manifestasi kulit seperti seborea kongestifa,herpes esthimones dan sebagainya telah di perdebadkan sebagai suatu lesi kulit pada LES.lesi muko/kutaneous yang tampak sebagai bagian LES dapat berupa reaksi foto sensitivitas, diskoid LE(DLE), subakute kutaneus lupus eritheima tosus (SCLE), Lupus profundus/paniculitis, alpecia lesi vaskular berupa eritema periungual, livedo reticularis teleangiektasia, fenomena raynaud’s atau vaskulitis atau bercak yang menonjol berwarna putih perak dan dapat pula berupa bercak eritema pada palatum mole dan durum,bercak atrofis,eritema atau depigmentasi pada bibir.
c)      manifestasi kardiologis
Baik perikardium, miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah coroner dapat terlibat pada pasien LES, walaupun yang paling banyak terkena adalah perikardium.
Perikarditis harus di curigai apabila di jumpai adanya keluhan nyeri substernal, friction rub, gambaran silahouette sign foto dada, ataupun melalui gambaran EKG, Ekokardiografi, apabila di jumpai adanya aritmia atau gangguan konduksi, kardiomegali bahkan takikardia yang tidak jelas penyebabnya, maka kecurigaan adanya miokarditis perlu di buktikan lebih lanjut.
Penyakit jantung koroner dapat pula di jumpai pada pasien LES dan bermanifestasi sebagai angina fektoris, infark miokard atau gagal jantung kongestif. Keadaan ini semakin banyak di jumpai pada pasien LES usia muda dengan jangka penting yang panjang serta penggunaan steroid jangka panjang.
Valkulitis, gangguan konduksi serta hipertensi merupakan komplikasi yang lain juga sering di jumpai pada pasien LES. Vegetasi pada katup jantung merupakan akumulasi dari kompleks imun, sel mononuklear jaringan nekrosis, jaringan paru, hematoks silin bodies, fibrin dan trombus trombosit. Manifestasi yang sering di jumpai adalah bising jantung sistolik dan diastolik.
d)     manisfestasi neuropsikiatrik
Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit di tegakan karena gambaran klinis yang begitu luas. Kelainan ini di kelompokan sebagai manifestasi neurologik dan psikiatrik. Diagnosis lebih banyak di dasarkan pada temuan klinis dengan menyingkirkan kemungkinan lain seperti sepsis,urenia,dan hipertensi berat.
Pembuktian ada keterlibatan syaraf pusat tidak terlalu banyak membantu proses penegakan diagnosis ini. Dapat di jumpai kelainan EEG namun tidak spesifik. Pada cairan serebospinal dapat di temukan kompleks imun. Kadar C4 rendah, peningkatan IgG, IgA dan atau IgM, peningkatan jumlah sel, peningkatan kadar protein ataupenurunan kadar glukosa.
Keterlibatan susunan syaraf pusat dapat bermanifestasi sebagai epilepsi, hemiparesis, lesi syaraf kranial, lesi batang otak, meningitisaseptik atau myelitis transversal. Sedangkan pada susunan syaraf tepi akan bermanifestasi sebagai perifer, myastenia gravis atau mononeuritis multiflex. Dari segi psikiatrik, gangguan fungsi mental dapat bersifat organik atau non organik.
e)      manifestasi  renal
Keterlibatan ginjal dijumpai  pada 40-75%pen-derita yang sebagian besar terjadi setelah 5 tahun menderita LES. Rasio wanita:pria dengan kelainan ini adalah 10:1, dengan puncak insidensi antara usia 20-30 tahun.
Gejala atau tanda keterlibatan renal pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik pemeriksaan terhadap protein urin >500 mg/24 jam atau 3+ semi kwantitatif. Adanya cetakan granuler, hemoglobin, tubuler, eritrosit atau gabungan serta pyuria (>5/LPB) tanpa bukti adanya infeksi serta peningkatan kadar serum kreatinin menunjukan adanya keterlibatan ginjal pada pasien LES. Akan tetapi melalui biopsi ginjal akan diperoleh data yang lebih akurat untuk menilai keterlibatan ginjal ini. WHO membagi klasifikasi keterlibatan ginjal atas dasar hasil biopsi menjadi 6 klas.
Kajian yang masih kontroversil dan menarik untuk dibahas adalah kaitan antara gambaran klinis, laboratorik, klasifikasi patologi. Kajian ini diperlukan sehubungan dengan kepentingan strategi pengobatan dimana tujuan utamanya adalah memprtahankan fungsi ginjal. Namun demikian adanya proteinnuria, piura serta buruknya bersihan kreatinin dapat diakibatkan sebab lain seperti infeksi, glomeruinefritis, efek toksik obat pada ginjal.
f)       manifestai paru
Berbagai manifestasi klinis pada paru-paru dapat terjadi baik berupa radang interstitial parenkim paru (pneumonitis), emboli paru, hipertensi pulmonum, perdarahan apru, atau shrinking lung  syndrom .
Pneumonitis lupus dapat terjadi secara akut atau berlanjut menjadi kronik. Pada keadaan akut perlu dibedakan dengan pneumonia bakterial dan apabila terjadi keraguan dapat dilakukan tindakan invasive seperti bilas bronkhoalveolar. Biasanya pasien akan merasa sesak, batk kering, dan dijumpai ronkhidi basal. Keadaan ini terjadi sebagai akibat deposisi kompleks imun pada elveolus atau pembuluh darah paru, baik disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis lupus ini memberikan respons yang baik dengan pmeberian steroid.
Hemoptitis merupakan keadaan yang serius apabila merupakan bagian dari perdarahan paru akibat LES ini dan memerlukan penanganan yang tepat, dimana tidak hanya penggunaan steroid namun tindakan pengobatan lain seperti lasmaferesis atau pemberian sitostatika.
g)      manifestasi gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada pasien LES, karena dapat merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit ini atau sebagai akibat pengobatan.
Secara klinis tampak adanya keluhan penyakit pada esofagus, mesenteric vasculitis, inflamatory bowel disease (IBS),pankreatitis dan penyakit hati.
Disfagia merupakan keluhan yang biasanya menonjol pada saat pasien dalam keadaan tertekan dan sifatnya episodik. Walaupun tidak dapat dibuktikan adanya kelainan pada esofagus tersebut, kecuali gangguan motilitas.
Keluhan dispesia yang dijumpai pada lebih kurang 50% pasien LES, lebih banyak dijumpai pada mereka yang memakai glukokortikoid. Bahkan adanya ulkkus juga berkaitan dengan pemakaian obat ini.
Nyeri abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada peritoneum, yang dibuktikan dengan pemeriksaan autopsi.
Kelainan lain seperti IBS sulit dibedakan dengan causa idiopatik karena gambaran klinis yang tidak banyak berbeda.
Vaskullitis yang terjadi di daerah mesenterik perlu mendapat perhatian yang besar karena, walaupun jarang, dapat mengakibatkan perforasi usus halus ataun colon yang berakibat fatal. Keluha ditandai dengan nyeri di daerah abdominal bawah yanng hilang timbul dalam periode beberapa minggu atau bulan.pembuktian adannya vaskulitis dilakukan dengan arteriografi.
Pankreatitis akut dijumpai sekitar 8% pasien LES. Keluhan ditandai dengan adanya nyeri abdominal bagian atas disertai mual dan muntah serta peningkatan serum amilase. Sampai saat ini penyebabnya masih dipertanyakan apakah memang karena LES itu sendiri atau akibat pengobatan steroid, azathioprin yang diketahui dapat menyebabkan pankreatitis. Namun demikian pula pankreatitis pada pasien yang tidak mendapatkan steroid.
Hepatomegali merupakan pembesaran organ yang banyak dijumpai pada LES, disertai dengan peningkata serum SGOT/ SGPT ataupun fosfatase alkali dan LDH. Kelainan ini herkaitan dengan aktivitas penyakit dan penggunaan anti inflamasi non steroid, terutama salisilat. Kecurigaan terhadap LES pelu dipikirkan apabila pada seorang wanita muda dengan poliartritis dan mendapatkan salisilat didapatkan peningkatan serum SGOT/ SGPT. Tranminase ini akan kembali normal apabila aktibitas LES dapat dikontrol dan anti inflamasi dihentikan. Belum jelas hingga kini apakah kelainan hati yang terjadi merupakan bagian dari LES. Konsidensi dengan LES, atau merupakan Lupoid Hepatitis (autoimmune chronic active hepatitis) dan tidak dijumpai buktinya adanya kaitan infeksi hepatitis B (HBV).

7.      Pemeriksaan Penunjang
         Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan:
a)     Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia,trombositopenia.
b)     Kelainan imunologis
Ditemukan sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, ENA (extractable nuclear antigen), faktor reumatoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.

         Histopatologi
a)     Umum:
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.
b)     Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus membranosa.
c)      Kulit :
Pemeriksaan imunofluresensidirek menunjukkan deposit IgG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%) (lupus band test) yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan tidak terpajan (non-exposed areas).
8.  Komplikasi
1.      Infeksi saluran kemih
3.      Gagal ginjal
4.      Osteonekrosis tulang pinggul/pangkal paha akibat penggunaan streroid jangka    panjang

9.      Penatalaksanaan
Untuk penalataksanaan, pasiemn LES dibagi menjadi ;
1.            kelompok Ringan :
LES dengan gejala –gejala panas, artritis, perikarditis ringan, kelelehan dan sakit kepala.
2.            Kelompok Berat :
LES dengan gejala-gejala efusi pleura dan perikarmasif, penyakit ginjal, anemi hemolitik, trombositopema, lupus serebral, vaskulitis akut, mio karditis, pneomoritis lupus dan peredaran parut.

PENATALAKSAAN UMUM.
1.            Upaya mengurangi kekelahan disamping pemberian obat ialah cukup istirahat, perbatasan aktinitas yang berlebihan dan mampu mengubah gaya hidup.
2.            hindari merokok, perubahan cuaca, stres dan trauma fisik.
3.            Diet sesuai kelainan.
4.            Hindari pukul 10.00 – 15.00 dan hindari pemakaian kontrasepsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen.

PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA :
1.            LES derajat ringan, yaitu :
   Aspirin dan obat anti-inflamasi non streoid.
   Penambahan obat anti malaria hanya bila ada ruam kulit dan lesi dimukaosa membran.
   Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5 –5 mg/hari. Dosis dapat dinaikkan 20% secara bertahap tiap 1 – 2 minggu sesuai kebutuhan.
2.            LES derajat berat :
   Pemberian streoid istemik merupakan pertama dengan dosis sesuai dengaqn kelainan organ sasdaran yang terkena
3.            Pengobatan pada keadaan khusus 
   Anemia Hemolitik autoimun. Prednison 60 – 80 mg/hr (1 – 1,5 mg/kg BB/hari ). Dapat ditingkatkan sampai 100 – 120 kg/hr bl dalam beberapa hari sampai 1 gg blm ada perbaikan respon dalam 4 mgg, ditambahkan imonoglobulin intervena (IV ig) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hr selama 1 hario berturut-turut.
   Vaskulis sistemik akut prednison 60-100 mg /hr dalam kadaan akut diberikan parenteral.
   Perikarditis ringan , obat antiinflamasi non streoid atau anti malaria. Bila tidak efektif, dapat diberikan predinson 20 – 40 mg/hr.
   Miokardityis, prednison 1 mg/kg BB/hr dan bila tidak efektif dpat dikombinasikan sistem fosfamid.
   Efusi fluera predinson 15 – 40 mg/hr. bila efusi masih dilakukan efusi fleura / drynase.
   Lupus pneomonitis. Prednison 1 – 1,5 mg/kg bb/hr untuk 3 – 5 hari bila berhasil dilanjutkan pemberian oral 5 – 7/hr lalu diturunkan perlahan dapat diberikan metil prednison solon pulse dosis selama 3 hr berturut-turut.

10.              Asuhan Keperawatan
        Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada klien dengan epilepsy adalah berdasarkan pada tahapan-tahapan dalam proses keperawatan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evalusi.
a)        Pengkajian
Penting dilakukan Pengkajian terhadap Klien secara holistik ( Biologis, Psikologis,Social dan Spiritual ) untuk mendapatkan data yang lengkap dan sistematis,
Adapun metode yang dapat dipakai dalam Proses Pengkajian yaitu :

       a. Anamnesa;
         Alasan dirawat / Keluhan utama
         Riwayat kesehatan dan penyakit yang lalu
         Masalah kesehatan yang sedang dialami
       Masalah pola fungsi sehari-hari
         Masalah yang dirasakan beresiko atau diketahui beresiko tinggi pada klien
         Pola emosi, konsep diri, Gambaran diri,pola pemecahan masalah
         Masalah kebudayaan / kepercayaan, Nilai, Keyakinan
         Hubungan social/keluarga.dll

       b.Pemeriksaan Pisik.
·         Inspeksi;
Pengamatan secara seksama setatus kesehatan Klien dari kepala sampai kaki.
Pada Klien dengan SLE mungkin akan ditemukan antara lain:
        Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu ) pada daerah pipi dan hidung
        Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya sirkulasi  dan hipoksia kronik
        Lesi berskuama  di kepala, leher dan punggung, pada beberapa penderita ditemukan eritema atau sikatrik.
        Luka-luka di selaput lender mulut atau pharing.
        Dapat terlihat tanda peradangan satu atau lebih persendian yaitu pembengkakan, warna kemerahan dan rentang gerak yang terbatas.
        Perdarahan sering terjadi terutama dari mulut atau bercampur urina ( urine kemerahan )
        Gerakan dinding thorak mungkin tidak simetris atau tampak tanda – tanda sesak ( Napas cuping hidung, Retraksi supra sterna, bahkan intercostals,apabila terdapat ganguan organ paru.

·         Palpasi.;
Pemeriksaan dengan meraba klien
        Sklerosis, yaitu terjadi pengencangan dan pengerasan kulit jari-jari tangan
        Nyeri tekan pada daerah sendi yang meradang
        Oedem mata dan kaki, mungkin menandakan keterlibatan ginjal dan hipertensi
·         Perkusi;
Pemeriksaan pisik dengan mengetuk bagian tubuh tertentu; untuk mengetahui Reflek, atau untuk mengetahui kesehatan suatu organ tubuh misalnya : Perkusi organ dada untuk mengetahui keadaan Paru dan jantung.

·         Auscultasi          
Pemeriksaan pisik dengan cara mendengar, biasanya menggunakan alat Stetoskup, antara lain untuk mendengar denyut jantung dan Paru-paru.

b)        Perumusan Diagnosa/masalah klien
1.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit.
2.    Mobilitas fisik kerusakan berhubungan dengan defometas skeletal
3.    Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan
4.    Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,
5.    Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan

d)       Implementasi/Intervensi
1.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit.
Intervensi : - Kaji warna dan kedalaman lesi perhatikan adanya nekrotik dan jaringan perut.
- Beri perawatan pada lesi.
- Pertahankan penutupan lesi.
- Hindari trauma.
- Intruksikan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi. ( Doenges, 2000
2.      Mobilitas fisik kerusakan berhubungan dengan defometas skeletal
Tujuan : Mempertahankan fungsi dengan tidak hadirnya atau pembatasan kontraktor.
Intervensi : - Memantau tingkat inflamasi sakit pada sendi.
- Pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
- Gunakan bantal kecil atau tipis dibawah leher.
- Berikan matras busa atau pengubah tekanan.
- Berikan obat sesuai indikasi ( Doenges, 2000 )
3.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres hangat; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
4.      Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Beri penjelasan tentang keletihan :
• hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
• menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara melaksanakannya
• mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
• menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan emosional
• menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga
• kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
d. Rujuk dan dorong program kondisioning.
e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.
5.      Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan enyakit.
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penanganannya.
b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
• Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
• Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
• Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif












Bab 3
PENUTUP
1.    Kesimpulan
  Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.
Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan, penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang, pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus, anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit lupus ini, rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan
    

2.    Saran
·         Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari LES.
·         Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit LES dengan cepat, teliti   dan terampil.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlyne ( 2000 ) Rencana Asuhan Keperawatan EGC, Jakarta
http://ansarlovesithy.blogspot.com/2011/12/askep-lupus-erythematosus-   sistemic.html
http://igawindasari.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-pasien-lupus.html
http://penyakit-lupus.com/cara-mencegah-penyakit-lupus/
http://princyleni.blogspot.com/2012/01/askep-sistemik-lupus-erytamotosus.html
http://wanenoor.blogspot.com/2012/12/penyakit-lupus-eritematosus-sistemik.html
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &   Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar