Senin, 04 Januari 2016

Askep Sistem NeuroBehaviour "Trauma Capitis"



Sistem Neurobehaviour
“trauma capitis”



Di SUSUN

Oleh:
Kelompok I
1. Reski Ria Sari
2.  Mutmainnah
3. Dewi indra sari
4. Hasnawiyah
5. Sudarmanto
6. yusril

STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP



KATA PENGANTAR



            Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah memungkinkan kami untuk menyusun makalah ini, sehingga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pelajar atau mahasiswa program studi keperawatan dan lainnya. Hanya dengan kekuatan dengan kesabaran yang dilimpahkan-Nya, makalah ini dapat dituntaskan.



             Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan untuk menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah sistem meurobehaviour.

             Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Trauma Capitis” ini.


           Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan kemampuan dalam menyusun makalah pada masa yang akan datang.

             Sekian dan terima kasih.

                                                                                       

                                                                                            

                                                                                            Penyusun











Daftar Isi



                                                                                                                                        hal 

Kata Pengantar............................................................................................................ ii

Daftar Isi........................................................................................................................ iii

Bab 1

1.    Latar Belakang................................................................................................. 1    

2.    Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

3.    Tujuan................................................................................................................ 3                                           .......................................................................................................................

4.    Manfaat.............................................................................................................. 3

Bab 2

1.    Definisi Trauma Capitis.................................................................................. 4

2.    Klasifikasi Trauma Capitis.............................................................................. 7

3.    Etiologi Trauma Capitis................................................................................... 8

4.    Tanda dan Gejala Trauma Capitis................................................................ 8

5.    Patofiologi Trauma Capitis............................................................................. 8

6.    Manifestasi Klinis Trauma Capitis................................................................ 9

7.    Pemeriksaan Penunjang Trauma Capitis................................................. 10

8.    Komplikasi Trauma Capitis.......................................................................... 10

9.    Penatalaksanaan Trauma Capitis.............................................................. 11

10. Asuhan Keperawatan Trauma Capitis...................................................... 12

Bab 3

1.    Kesimpulan.................................................................................................... 21

2.    Saran............................................................................................................... 21

Daftar Pustaka........................................................................................................... 22




Bab 1

PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang

        Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu trauma yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala, karena sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga kepala.
         Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi yang diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing individu. Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat 49% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (sepeda motor) dan jatuh merupakan penyebab ke dua (keperawatan kritis, Hudak & Gallo) serta dua kali lebih besar pada pria dibandingkan wanita sedangkan di Indonesia belum ada penelitian yang menunjukkan presentasi kematian yang diakibatkan oleh cedera kepala, tetapi dari pengamatan yang dilakukan banyak kasus cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
       Cedera kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas sehingga masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil apapun trauma di kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental bahkan kematian.
         Untuk mengantisipasi keadaan di atas maka masyarakat harus diberi penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap trauma kepala.
         Peran dari berbagai pihak seperti kepolisian sangat penting karena kecelakaan terjadi biasanya didahului dengan pelanggaran lalu lintas, sehingga pendidikan, tata tertibdi jalan raya perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu peran perawat tidak kalah pentingnya dalam penanganan trauma kepala karena perawat bisa melakukan penyuluhan maupun tindakan observasi untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh cedera kepala.



2.  Rumusan Masalah

         Adapn rumusan masalah dari makalah yang berjuduk “Epilepsi” ini adalah:

1.    Apakah trauma capitis itu ?

2.    Bagaimanakah klasifikasi trauma capitis?

3.    Bagaimanakah etiologi trauma capitis?

4.    Bagaimanakah tanda dan gejala trauma capitis ?

5.    Bagaimanakah Patofisiologi trauma capitis ?

6.    Bagaimanakah Manifestasai Klinis trauma capitis ?

7.    Bagaimanakah Komplikasi trauma capitis ?

8.    Bagaimanakah Pemeriksaan diagnostik trauma capitis?

9.    Bagaimanakah Penatalaksanaan  trauma capitis?

10.  Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien dengan trauma capitis?





























3.  Tujuan

        Makalah in dibuat dengan tujuan setelah mempelajari dan memahami makalah ini pembaca dapat:

1.      Menjelaskan Pengertian trauma capitis

2.      Menjelaskan Etiologi trauma capitis

3.      Menjelaskan Klasifikasi trauma capitis

4.      Menjelaskan tanda dan gejala trauma capitis

5.      Menjelaskan Patofisiologi trauma capitis

6.      Menjelaskan Manifestasai Klinis trauma capitis

7.      Menjelaskan Komplikasi trauma capitis

8.      Menjelaskan Pemeriksaan diagnostik trauma capitis

9.      Menjelaskan Penatalaksanaan  trauma capitis

10.  Menjelaskan Asuhan Keperawatan  pada klien dengan trauma capitis



4.  Manfaat

     Adapun manfaat dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami, menelaah hal-hal yang berkaitan dengan multiple sclerosis, sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupn sehari-hari, lebih-lebih dalam dunia kesehatan sendiri.



























BAB II

PEMBAHASAN





1.  Pengertian

       Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)

       Cedera kepala merupakan salah satu  penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia  produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

      Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

      Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Trauma kepala termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batas trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran. Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu setelah injuri, yaitu meliputi:

1.      Segera setelah injuri

2.      Dalam waktu 2 jam setelah injuri

3.      Rata-rata 3 minggu setelah injuri

Pada umumnya kematian terjadi segera setelah injuri dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologus dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada fase ini. Kematian yang terjadi.

Keparahan cidera

v      Ringan             : Skala koma glasgow(GCS) 14-15.

v      Sedang             : GCS 9-13.

v      Berat                : GCS 3-8.



Morfologi

v      Fraktur tengkorak       : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup. Basis:dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII.

v      Lesi intrakranial           : Fokal: epidural, subdural, intraserebral. Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera difus.

Jenis-jenis cidera kepala (Suddarth, dkk, 2000, l2210-2213)

1.    Cidera kulit kepala. Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.

2.    Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.

3.    Cidera Otak. Cidera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cidera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

4.    Komosio. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cidera kepala minor dan dianggap tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang efek residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan kerja.

5.    Kontusio. Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi lemah, pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.

6.    Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah kranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala, efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.

7.    Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cidera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal; haemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

8.    Hematoma sub dural. Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma sub dural akut d hubungkan dengan cidera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi. Sedangkan Hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan Hematoma sub dural kronik dapat terjadi karena cidera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia.

9.    Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke dalam substansi otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cidera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cidera peluru atau luka tembak;

10. cidera kumpil).

2.    Klasifikasi
The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):

Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)

·         Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)

·         Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)

·         Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang

·         Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

·         Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala

·         Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

·         Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)

·         Konkusi

·         Amnesia pasca trauma

·         Muntah

·         Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).

Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)

·         Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)

·         Penurunan derajat kesadaran secara progresif

·         Tanda neurologis fokal

·         Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.

3.  Etiologi

Hal yang menyebabkan cedera kepala adalah

    1. Terjatuh dari ketinggian, benturan, dan pukulan
    2. Kecelakaan kerja
    3. Kecelakaan lallu lintas
    4. Perkelahian, dll

4.  Tanda dan gejala

a.    Commotio Cerebri
- Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10 menit.
- Mual dan muntah
- Nyeri kepala (pusing)
- Nadi, suhu, TD menurun atau normal
b. Contosio Cerebri
- Tidak sadar lebih dari 10 menit
- Amnesia anterograde
- Mual dan muntah
- Penurunan tingkat kesadaran
- Gejala neurologi, seperti parese
- LP berdarah
c. Laserasio Serebri
- Jaringan robek akibat fragmen taham
- Pingsan maupun tidak sadar selama berhari-hari/berbulan-bulan
- Kelumpuhan anggota gerak
- Kelumpuhan saraf otak



5.  Pathofisiologi

Cedera kepala diakibatkan karena adnya benturan kuat yang mengakibatkan struktur intracranial (otak, darah, dan cairan serebrospinal) menjadi rusak sehingga sukar diabsorbsi oleh muskuloligamentum(yang menjaga kepala).Tulang tengkorak yang elastis pada anak-anak mengabsorbsi energi secara langsung dan mempengaruhi kepala dan memberikan proteksi pada struktur intracranial. Jaringan syaraf rentang tetapi biasanya untuk sampai terjadi kerusakan berarti harus ada tekanan yang kuat.Benturan kuat dapat diakibatkan pukulan langsung pada kepala maupun bagian tubuh lain dengan efek pantulan keotak atau luka secara tidak langsung. Respon otak terhadap benturan adalah berpindahny rongga kranial kedepan otak apat mementil atau berputar pada batang otak disebabkan oleh difusi pada luka pergerakan otak ini dapat menyebabkan luka memar atau luka robek akibat gerakan yang berlebihan pada permukaan kranial sebelah dalam frekuensi kerusakan terbesar terjadi pada tulang  frontal dan lobus temporal otak.Lokasi /daerah kulit kepala banyak aliran darah pada anak dapat terjadi perdarahan yang menyebabkan kematian akibat adanya lacerasi yang hebatpada kulit kepala.



6.  Manifestasi Klinis

1)      Cedera Kepala Ringan

a)    Cedera kepala sekunder yang ditandai dengan nyeri kepala, tidak pingsang, tidak muntah, tidak ada tanda – tanda neurologik

b)    Contusio serbri ditandai dengan tidak sadar  krang dari  10 menit, muntah, sakit kepala, tidak ada tanda – tanda nerologik kontisio cerebri

2)      Cedera Kepala Sedang

Ditandai dengan pingsan ≥ 10 menit muntah dan anamnesa retrogard

dan tanda – tanda neurologik                                

3)      Cedra Kepala Berat

a)      Lacerasi cerebri ditandai dengan pingsan berhari-hari atau berbulan-bulan,kelumpuhan anggota gerak biasanya disertai fraktur basis cranii.

b)      Perdarahan epidural ditandai dengan pingsan sebentar-bentarkemudian sadar lagi kemudian pingsan lagi, mata sembab, pupil anisokor bradikardi, tekanan darah menurun, suhu tubuh meningkat.

c)      Perdarahan subdural ditandai dengan nyeri kepala intrakranial meningkat dan lumpuh.







7.      Pemeriksaan Penunjang

a.       CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

b.      Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

c.    X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

d.    Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

e.       Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.



8.  Komplikasi

         Koma . Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh.

         Seizure. Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.

         Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain

         Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .

         Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.

         Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.



9.      Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).



Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

·         Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.

·         Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.

·         Berikan oksigenasi.

·         Awasi tekanan darah

·         Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.

·         Atasi shock

·         Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:

1.    Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

2.    Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.

3.    Pemberian analgetika

4.    Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

5.    Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

6.    Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.

7.    Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.

Tindakan terhadap peningktatan TIK

1.    Pemantauan TIK dengan ketat.

2.    Oksigenisasi adekuat.

3.    Pemberian manitol.

4.    Penggunaan steroid.

5.    Peningkatan kepala tempat tidur.

6.    Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain

1.    dukungan ventilasi.

2.    Pencegahan kejang.

3.    Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.

4.    Terapi anti konvulsan.

5.    Klorpromazin untuk menenangkan pasien.

6.    Pemasangan selang nasogastrik.



10.              Asuhan Keperawatan

a)   Pengkajian

Pola pemeliharaan kesehatan dan persepsi kesehatan.
• Riwayat trauma saat ini dan benturan yang terjadi secara tidak sengaja.
• Fraktur atau terlepasnya persendian.
• Gangguan penglihatan
• Kulit luka kepala/abrasi, perubahan warna (tanda-tanda trauma)
• Keluarnya cairan dari telinga dan hidung
• Gangguan kesadaran
• Demam, perubahan suhu tubuh
b. Pola nutrisi metabolik
• Mual, muntah
• Sulit menelan
c. Pola eliminasi
• Inkontinensia atau retensi kandung kemih.
d. Pola aktivitas
• Keadaan aktivitas : lemah, letih, lesu, kesadaran berubah, hemiparase, kelemahan koordinasi otot-otot kejang
• Keadaan pernapasan: apnea, hyperventilasi, suara napas stridor, rochi, wheezing.
e. Pola istirahat
• Pasien mengatakan intensitas sakit kepala yang tidak tetap dan lokasi sakit kepala.
f. Pola persepsi sensori kognitif
• Kehilangan kesadaran sementara.
• Pusing, pingsan
• Mati rasa pada ekstremitas
• Perubahan penglihatan: diplopia, tidak peka terhadap reflek cahaya, perubahan pupil, ketidakmampuan untuk melihat ke segala arah.
• Kehilangan rasa, bau, pendengaran dan selera
• Perubahan dalam kesadaran, koma.
• Perubahan status mental (perhatian, emosional, tingkah laku, ingatan, konsentrasi).
• Wajah tidak simetris
• Tidak ada reflek tendon
• Tidak mampu mengkoordinir otot-otot dan gerakan, kelumpuhan pada salah satu anggota gerak otot.
• Kehilangan indra perasa pada bagian tubuh.
• Kesulitan dalam memahami diri sendiri.
g. Pola persepsi dan konsep diri
• Adanya perubahan tingkah laku (halus dan dramatik).
• Kecemasan, lekas marah, mengingau, gelisah, bingung.

b)   Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
b. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan lobus pariental, kerusakan nervus olfakttorius.
c. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.
d. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan dan kelemahan fisik.
e. Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang.
f. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfungsinya proses berfikir, ketidakmampuan fisik.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan
h. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
i. Gangguan kognitif kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia
j. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma dan sakit kepala.
k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.
l. Perubahan pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d terganggunya saraf kontrol berkemih.


c)    Intervesi

a.    Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
Hasil yang diharapkan:
• Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK
• Terorientasi pada tempat, waktu dan respon
• Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

Intervensi:
• Kaji status neurologi, tanda-tanda vital (tekanan darah meningkat, suhu naik, pernapasan sesak, dan nadi) tiap 10-20 menit sesuai indikasi.
R/: Mendeteksi dini perubahan yang terjadi sehingga dapat mengantisipasinya.
• Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan perfusi jaringan dan potensial terjadi peningkatan TIK.
R/: Untuk menentukan asuhan keperawatan yang diberikan.
• Monitor suhu tubuh
R/: Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.
• Berikan posisi antitrendelenberg atau dengan meninggikan kepala kurang lebih 30 derajat.
R/: Mencegah terjadinya peningkatan TIK
• Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat diuretik seperti manitol, diamox
R/: Membantu mengurangi edema otak

b. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan lobus parientalis, kerusakan nervus olfaktorius.
Hasil yang diharapkan:
• Kesadaran pasien kembali normal
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Observasi keadaan umum serta TTV
R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
• Orientasikan pasien terhadap orang, tempat dan waktu.
R/: Melatih kemampuan pasien dalam mengenal waktu, tempat dan lingkungan pasien.
• Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indra, misalnya: parfum
R/: Melatih kepekaan nervus olfaktorius.
• Kolaborasi medik untuk membatasi penggunaan sedativa
R/: Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien.
c. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, kelelahan
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan dengan tidak adanya kontraktur.
• Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi:
• Lakukan latihan pasif sedini mungkin
R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot.
• Beri foodboard/penyangga kaki
R/: Mempertahankan posisi ekstremitas
• Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai
R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi
• Kolaborasi fisioterapi
R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur

d. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan.
Hasil yang diharapkan:
• Trauma fisik tidak terjadi
• Terjaganya batas kesadaran fungsi motorik
Intervensi:
• Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang
R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan asuhan keperawatan
• Perhatikan lingkungan
R/: Cegah terjadinya trauma
• Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.
R/: Memperlancar jalan napas.
• Tidak boleh diikat selama kejang.
R/: Mengurangi ketegangan
• Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)
R/: Membantu pembukaan jalan napas.
• Gunakan bantal tipis di kepala
R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial
• Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada pasien.
R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan orientasi terhadap kenyataan.

e. Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang.
Hasil yang diharapkan:
• Tidak ada gangguan jalan napas
• Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar.
• Pernapasan teratur.
Intervensi:
• Kaji pernapasan, suara napas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan obat tambahan.
R/: Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret
• Catat karakteristik sputum (warna, jumlag, konsistensi)
R/: Pengeluaran sekret akan sulit jika kental
• Anjurkan minum 2500cc/hari.
R/: Mengencerkan lendir sehingga dapat dibatukkan
• Beri posisi fowler
R/: Memaksimalkam ekspansi paru dan memudahkan bernapas
• Kolaborasi pemberian O2 dan pengobatan/therapi
R/: Memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran sekret

f. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfugsinya proses berpikir
Hasil yang diharapkan:
• Membuat pernyataan tentang body image
• Mengekspresikan penerimaan body image
• Menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan informasi dan dukungan.
Intervensi:
• Kaji persamaan dan persepsi pasien tentang kurang berfungsinya proses berfikir dan ketidakmampuan mobilitas fisik.
R/: Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.
• Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan perubahan bod image
R/: Meningkatkan proses penerimaan diri.
• Dengarkan ungkapan pasien untuk menolak/menyangkal perubahan body image.
R/: Mengurangi rasa keterasingan terhadap perubahan body image.
• Hargai pemecahan masalah yang konstruktif untuk meningkatkan rasa penerimaan diri.
R/: Memberikan dukungan untuk meningkatkan body image.

g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan.
Hasil yang diharapkan:
• Berat badan normal
• Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.
• Terbebas dari malnutrisi.
Intervensi:
• Kaji kemampuan makan dan menelan.
R/: Membantu dalam menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya aspirasi
• Dengarkan suara peristaltik usus
R/: Membantu menentukan respon dari pemberian makanan dan adanya hiperperistaltik kemungkinan adanya komplikasi ileus.
• Berikan rasa nyaman saat makan, seperti posisi semi fowler/fowler.
R/: Mencegah adanya regurgitasi dan aspirasi
• Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/: Meningkatkan nafsu makan.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
R/: Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah malnutrisi

h. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik dan gangguan kognitif.
Hasil yang diharapkan:
• Kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi pasien terpenuhi.
• Pasien dapat merawat diri sesuai dengan kemampuan pasien.

Intervensi:
• Bantu perawatan diri pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: Kebutuhan pasien akan pemenuhan perawatan diri terpenuhi.
• Kaji kemampuan pasien dalam merawat diri.
R/: Menentukan asuhan keperawatan yang tepat.
• Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri bila sudah sembuh.

i. Kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia
Hasil yang diharapkan:
• Kemampuan komunikasi verbal b.d aphasia
Intervensi:
• Kaji kemampuan pasien dalam komunikasi verbal
R/: Menentukan askep yang tepat
• Beri kesempatan pada pasien untuk menngungkapkan kebutuhannya
R/: Agar pasien terpenuhi kebutuhannya.
• Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bahasa isyarat.
R/: Kebutuhan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
• Ajarkan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
R/: Kalimat pendek dan singkat tidak membuat pasien lelah dan bingung.

j. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma sakit kepala.
Hasil yang diharapkan:
• Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
• Kaji lokasi nyeri, intensitas dan keluhan pasien.
R/: Menentukan intervensi yang tepat
• Ajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
R/: Ketegangan saraf yang mengendor akan mengurangi rasa nyeri.
• Beri posisi tidur dengan kepala tanpa bantal
R/: Tekanan intrakranial turun akan mengurangi rasa nyeri
• Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik
R/: Analgetik meningkatkan ambang rasa nyeri.
k. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
Hasil yang diharapkan:
• Tidak terjadi kerusakan kulit, dekubitus.
Intervensi:
• Kaji keadaan kulit pasien.
R/: Menentukan askep yang tepat.
• Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.
R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan menimbulkan nekrose
• Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan
R/: Meningkatkan sirkulasi darah
• Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.
R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.

l. Perubahan pola eliminasi urine : inkontinensia atau retensi urine b.d terganggunya saraf kontrol.
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine
Intervensi:
• Kaji pola berkemih
R/: Menentukan tindakan
• Catat intake dan output
R/: Mengetahui balance cairan
• Pasang kateter kondom
R/: Mencegah infeksi







Bab 3

PENUTUP

1.    Kesimpulan

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

      Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Hal yang menyebabkan cedera kepala adalah Terjatuh dari ketinggian, benturan, dan pukulan, Kecelakaan kerja, Kecelakaan lallu lintas, Perkelahian, dll



2.    Saran

     Pada makalah ini penulis menyarankan mahasiswa kesehatan senantiasa menggunakan metode proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan trauma capitis serta  memberikan pendidikan kesehatan.









DAFTAR PUSTAKA



http://buddifarma.blogspot.com/2013/03/askep-cedera-kepala.html

http://rizqirustiansyah.blogspot.com/2013/03/askep-trauma-capitis.html

http://say-a.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-trauma-kapitis.html

http://sulantyballaskepns.blogspot.com/2011/10/askep-trauma-capitis.html

http://yenibeth.wordpress.com/2008/08/05/askep-pada-trauma-kapitis/










Tidak ada komentar:

Posting Komentar