Senin, 04 Januari 2016

Askep Sistem NeuroBehaviour "Epilepsi"



KATA PENGANTAR

            Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah memungkinkan kami untuk menyusun makalah ini, sehingga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pelajar atau mahasiswa program studi keperawatan dan lainnya. Hanya dengan kekuatan dengan kesabaran yang dilimpahkan-Nya, makalah ini dapat dituntaskan.

             Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan untuk menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah sistem neurobehaviour.

             Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Epilepsi” ini.

           Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan kemampuan dalam menyusun makalah pada masa yang akan datang.
             Sekian dan terima kasih.
                                                                                       
                                                                                            
                                                                                            Penyusun





Daftar Isi

                                                                                                                                        hal 
Kata Pengantar....................................................................................................... ..... i
Daftar Isi................................................................................................................... .... ii
Bab 1
1.    Latar Belakang............................................................................................ .... 1    
2.    Rumusan Masalah..................................................................................... .... 1
3.    Tujuan........................................................................................................... .... 2                                           .......................................................................................................................
4.    Manfaat......................................................................................................... .... 2
Bab 2
1.    Definisi Epilepsi.......................................................................................... .... 3
2.    Klasifikasi Epilepsi..................................................................................... .... 4
3.    Etiologi Epilepsi.......................................................................................... .... 6
4.    Patofisiologi Epilepsi.................................................................................. .... 8
5.    Manifestasi Klinis Epilepsi........................................................................ .... 9    
6.    Pemeriksaan Penunjang Epilepsi........................................................... .. 10
7.    Komplikasi Epilepsi.................................................................................... .. 10
8.    Penatalaksanaan Epilepsi........................................................................ .. 11
9.    Pencegahan Epilepsi................................................................................ .. 12
10. Prognosis Epilepsi...................................................................................... .. 12
11. Asuhan Keperawatan Epilepsi................................................................ .. 13
Bab 3
1.    Kesimpulan.................................................................................................. .. 19
2.    Saran............................................................................................................ .. 19
Daftar Pustaka......................................................................................................... .. 20


Bab 1
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologis yang relatif sering terjadi dan merupakan gangguan fungsionaris kronis yang ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan karena kelainan fungsional (motorik dan sensorik/psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodic dan berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Fase dari aktivitas kejang adalah fase prodormal, aura, ikatal, dan poksital. Fase prodormal meliputi perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberap jam/beberapa hari. Fase aura adalah awal dari munculnya aktivitas kejang dan dapat berupa gangguan penglihatan, pendengaran atau rasa raba. Fase ikatal merupakan fase dari aktivitas kejang dan biasanya terjadi gangguan musculoskeletal. Sedangkan fase poksital adalah periode waktu dari kekacauan mental / somnolent / peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.
Hal-hal tersebut hanya sebagian kecil dari semua hal yang berkaitan dengan epilepsi, untuk lebih mengetahuinya secara pasti, makalah ini akan  memperluas pengetahuan para pembaca, karena atas dsar itulah kami berinisiatif untuk membuat makalah ini.
2.  Rumusan Masalah
         Adapn rumusan masalah dari makalah yang berjuduk “Epilepsi” ini adalah:
1.    Apa definisi epilepsi?
2.    Bagaimana pengklasifikasian epilepsi?
3.    Apa saja etiologi epilepsi?
4.    Bagaimana patofisiologi epilepsi?
5.    Apa saja manifestasi klinis epilepsi?
6.    Apa saja pemeriksaan penunjang epilepsi?
7.    Apa saja komplikasi epilepsi?
8.    Bagaimana penatalaksanaan epilepsi?
9.    Apa upaya pencegahan epilepsi?
10. Bagaimana prognosis epilepsi?
11. Bagaimana asuhan keperawatan epilepsi?

3.  Tujuan
        Makalah in dibuat dengan tujuan setelah mempelajari dan memahami makalah ini pembaca dapat:
1)    Mengetahui pengertian dam pengklasifikasian epilepsi
2)    Mengetahui tanda dan gejala epilepsi
3)    Memahami tentang patofisiologi epilepsi
4)    Mampu menyebutkan etiologi epilepsi
5)    Mengetahui manifestasi klinis epilepsi
6)    Mengetahui pelaksanaan dan komplikasi epilepsi
7)    Mampu menerapkan askep pada epilepsi
8)    Dll.

4.  Manfaat
     Adapun manfaat dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami, menelaah hal-hal yang berkaitan dengan epilepsi, sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupn sehari-hari, lebih-lebih dalam dunia kesehatan sendiri.








BAB II
PEMBAHASAN


1.   Pengertian
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski,1988).
                Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
                Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
               Epilepsi adalah gejala kompleks dan banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang yang berulang.
( Smeltzer, 2002 ; 2003 )
               Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala – gejala yang datang dalam serangan berulang yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel otak yang bersifat reverseble dengan berbagai etiologi
( Mansjoer, 2000 : 27 )
               Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf kontek serebral yang ditandai dengan serangan tiba – tiba terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori
( Dengoes, 2000 : 259 )
               Epilepsi adalah bangkitan kejang akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel saraf pusat dimana ditandai dengan terganggunya fungsi otak
( Ngastiyah, 1997 : 293 )
Sehingga dapat disimpulkan bahwa epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.

2.    Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
     a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
     b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2.Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
     a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
         1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran  tetap normal
         2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
        3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.

Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.

3.  Etiologi
        Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

         Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
          Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ”embrio” epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
1. Bayi (0- 2 th)
         Hipoksia dan iskemia paranatal
        Cedera lahir intrakranial
         Infeksi akut
         Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia,             defisiensi piridoksin)
         Malformasi kongenital
         Gangguan genetic
2. Anak (2- 12 th) Idiopatik
         Infeksi akut
        Trauma
         Kejang demam
3.Remaja (12- 18 th) Idiopatik
         Trauma
         Gejala putus obat dan alcohol
         Malformasi anteriovena
4. Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
         Alkoholisme
         Tumor otak
5.Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
         Penyakit serebrovaskular
         Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
        Alkoholisme
4.  Pathofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat serangan epilepsi sebagian karena serangan epilepsi, sebagian karena otak mengalami kerusakan dan berat atau ringannya gangguan tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan pathologinya. Bila terjadi lesi pada bagian otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan bersifat epileptogenik. Sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak  biasanya tidak meyebabkan serangan epileptik.

Serangan epilepsi terjadi karena adanya lepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron di susunan syaraf pusat yang terlokalisir pada neuron-neuron tersebut. Gangguan abnormal dari lepasnya muatan listrik ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron. Selain itu hal tersebut diatas juga dapat disebabkan karena gangguan pada sel neuronnya sendiri atau transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptik oleh neurotransmitter yang bersifat eksitasi atau inhibitor dalam keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi membran sel, sehingga jika sampai pada tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai oleh proses biokimia tertentu yaitu;
 (1) ketidakstabilan membran sel syaraf sehingga sel mudah diaktifkan,
(2) neuron yang hipersensitivitas dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang secara berturut-turut,
(3) kemungkinan terjadi polarisasi yang berlebihan, hyperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi, karena terjadi perbedaan potensial listrik lapisan intra sel dan ekstra sel dimana lapisan intra sel lebih rendah,
 (4) adanya ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron yang menyebabkan membran neuron mengalami depolarisasi.

Neurotransmiter yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu asetikolin, noradrenalin, dopamine dan hidroksitriptamin.
Penyebaran epileptik dari neuron-neuron kebagian otak lain dapat terjadi oleh gangguan pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lain sehingga terjadi sinkronisasi dan aktivasi yang berulang-ulang sehingga terjadi perluasan sirkuit kortikokortikal melalui serabut asosiasi atau ke kontralateral melalui korpus kalosum, projeksi thallamokortikal difusi, penyebaran keseluruh ARAS sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan pada formatio retikularis sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya, dan menimbulkan kontraksi otot polos.

5.  Manifestasi Klinis
1.      Kehilangan kesadaran
2.      Aktivitas Motorik
a.      Tonik klonik
b.      Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
c.       Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
d.      Kedipan kelopak mata
e.       Sentakan wajah
f.       Bibir mengecap – ecap
3.      Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
4.      Fungsi pernafasan
a.      Takipnea
b.      Apnea
c.       Kesulitan bernafas
d.      Jalan nafas tersumbat

6.      Pemeriksaan Penunjang
1.    Elektrolit, tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
2.    Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
3.    Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang berhubungan dengan pengobatan
4.    Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapy obat
5.    Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi yang teurapetik
6.    Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi, perdarahan
7.    Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya sel, fraktur
8.    Electro ensefalogran ( EEG ) melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak
9.    CT scan, mengidentifikasi letak lesi serebral, infark hematoma, edema serebral, trauma, abses, tumor dan dapat dilakukan dengan atau tanpa kontras
10. DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan metabolik
( Dongoes, 2000 : 202 )
7.   Komplikasi
1.      Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang berulang
2.      Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
( Elizabeth, 2001 : 174 )




8.      Penatalaksanaan
              Penatalaksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan yang berbeda ini disebabkan karena bentuk epilepsy yang muncul akibat kerusakan otak dan juga bergantung pada perubahan kimia otak.
              Penatalaksanaan pada penderita epilepsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu;
1.    Penatalaksanaan primer epilepsi dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mencegah serangan kejang atau untuk mengurangi frekuensinya sehingga klien dapat menjalani kehidupan normalnya. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis serangannya dan biasanya menggunakan kombinasi obat-obatan dengan tujuan untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan. Namun saat ini dokter  cenderung menggunakan satu jenis obat dengan sedapat mungkin mengurangi dosis obat yang diberikan.
Jenis obat yang sering digunakan pada pengobatan epilepsi adalah;
Ø  Golongan Barbiturat, seperti Fenobarbital dan Pirimidon
Ø  Golongan Hidantoin, seperti Fanitoin/Dilantin dan Mefenitoin
Ø  Golongan Iminostilben, seperti Karbamazepin
Ø  Golongan Benzodiazepin, seperti Diazepam dam Klonazepam
Ø  Golongan Suksinimid, seperti Etosuksimid dan Metosuksimid
Ø  Golongan Asam valproat/depakene.
Pengobatan epilepsy dapat juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini diindikasikan bagi untuk pasien yang mengaalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses, kista, atau adanya anomali vaskuler.
2.    Penatalaksanaan sekunder yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan patensi jalan napas dan mencegah terjdinya cedera. Mempertahankan klien dalam posisi berbaring kesalah satu sisi dapat mengurangi kemungkinan aspirasi isi lambung dan saliva serta mencegah lidah jatuh kebelakang. Mencegah terjadinya cedera dilakukan dengan melindungi kepala saat terjadi serangan serta memindahkan benda-benda yang dapat membahayakan penderita. Selain itu penting dilakukan pendekatan secara holistik yang meliputi aspek psikologis penderita dan sikap keluarga, masyarakat terhadap penderita epilepsi.

9.  Pencegahan
         Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
         Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.

10.              Prognosis

Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.

11.              Asuhan Keperawatan

        Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada klien dengan epilepsy adalah berdasarkan pada tahapan-tahapan dalam proses keperawatan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evalusi.
a)        Pengkajian
Pada tahap ini perawat mengumpulkan semua informasi termasuk tentang riwayat kejang. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
Ø   Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
Ø   Aktivitas/Istirahat
Data Subyektif :  Keadaan umum lemah, lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas, tidak dapaat merawat diri sendiri.
Data Obyektif   :   Menurunnya kekuatan otot/otot yang lemah
Ø   Peredaran darah
Data Obyektif : Data yang diperoleh saat serangan yaitu; hipertensi, denyut nadi meningkat, cyanosis. Setelah serangan tanda-tanda vital dapat kembali normal atau menurun, disertai nadi dan pernapasan menurun.
Ø   Eliminasi
Data Subyektif :   Tidak dapat menahan BAB/BAK
Data Obyektif :    Saat serangan terjadi peningkatan tekanan pada kandung kemih dan otot spincter, setelah serangan dalam keadaan inkontinentia otot-otot kandung kemih dan spincter rileks.
Ø   Makanan/cairan
Data Subyektif :   Selama aktivitas serangan makanan sangat sensitive
Data Obyektif  :   Gigi/gusi mengalami kerusakan selama serangan, gusi hiperplasia/bengkak akibat efek samping dari obat dilantin.
Ø   Persyarafan
Data Subyektif :  Selama serangan; ada riwayat yeri kepala, kehilangan kesadaran/pinsan, kehilangan kesadaran sesaat/lena, klien menangis, jatuh, disertai komponen motorik seperti kejang tonik-klonik, mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah, mulut berbuih, ada incontinentia urine dan faeces, bibir dan muka berubah warna (biru), mata/kepala menyimpang pada satu posisi  dan beberapa gerakan terjadi dimana lokasi dan sifatnya berubah pada satu posisi atau keduanya.
                              Sesudah serangan; klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri kepala. Ada perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi sementara, klien ingat/tidak terhadap kejadian yang dialaminya. Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung. Ada cedera seperti luka memar, geresan dll.
                              Riwayat sebelum serangan; lamanya serangan, frekuensi serangan, ada factor prepitasi (suhu tinggi, kurang tidur, emosional labil), pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran. Pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu/alcohol. Ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
Ø   Interaksi sosial
Data Subyektif :   Terjadi gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena malu
Ø   Konsep diri
Data Subyektif : Merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan.
Data Obyektif :  Selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan   orang lain.
Ø   Kenyamanan/Nyeri
Data Subyektif: Sakit kepala, nyeri otot/punggung, nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal
Data Obyektif :    Tingkah laku yang waspada, gelisah/distraksi dan perubahan tonus otot.

b)        Perumusan Diagnosa/masalah klien
Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan epilepsi adalah sebagai berikut:
1)      Potensial terjadi kecelakaan: trauma, kekurangan oksigen
Kemungkinan Penyebab : hilangnya koordinasi otot-otot tubuh, kelemahan, keterbatasan pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat kesadaran.
2)      Tidak efektifnya jalan napas/pola napas
Kemungkinan Penyebab :  sumbatan tracheobronchial dan aspiasi.
3)      Gangguan konsep diri: harga diri rendah, identitas diri tidak jelas
Kemungkinan Penyebab :   tidak mampu mengontrol diri saat terjadi  serangan.
4)      Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Kemungkinan Penyebab :   keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah dan kegagalan pengobatan.

c)        Perencanaan
1)      Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Pasien mengemukakan faktor-kaktor yang dapat menyebabkan trauma, dan pengaruh obat-obat yang diberikan. Pasien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan terhindar dari penyebab trauma. Pasien dapat menghindari keadaan yang dapat menyebabkan serangan yang tiba-tiba.
2)      Pola napas tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Jalan napas/pola napas menjadi efektif dan tidak terjadi aspirasi
3)      Gangguan konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif. Secara verbal mempunyai peningkatan harga diri. Menerima keadaan dirinya dan perubahan fungsi/peran/gaya hidup yang dihadapinya.
4)      Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Secara verbal mengerti dengan keadaannya dan mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat menyebabkan serangan, memperlihatkan perubahan tingkah laku yang positif sesuai dengan keadaannya. Klien dapat mengontrol secara rutin untuk memperoleh pengobatan yang teratur.

d)       Implementasi/Intervensi
1)      Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Intervensi Keperawatan :
Ø  Bersama klien mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan serangan secara tiba-tiba.
Ø  Bila serangan tidak terjadi ditempat tidur letakan bantal dibawah kepala klien atau kepala klien dipangkuan perawat untuk mencegah kepala terbentur dilantai.
Ø  Observasi tanda-tanda vital
Ø  Dampingi klien selama serangaan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi dan tergigitnya lidah.
Ø  Miringkan kepala untuk mencegah aspirasi
Ø  Bila memungkinkan dapat menggunakan spatel lidah saat terjadi serangan
Ø  Hindarkan alat/benda yang membahayakan
Ø  Longgarkan pakaian yang sempit dan pegang ekstremitas klien
Ø    Catat semua gejala dan tipe serangan epilepsy
Ø  Diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan kolaboratif:
Ø  Berikan obat-obat sesuai program, misalnya anti epileptik, luminal, diazepam, glukosa, thiamine dan lain-lain
Ø  Monitor dan catat efek samping obat tersebut
Ø  Monitor tingkat keseimbangan elektrolit dan glukosa
2)      Pola napas tidak efektif
Intervensi Keperawatan:
Ø  Bila klien tidak sadar, jaga agar pernafasan tetap lancar dan terbuka. Observasi tanda-tanda vital untuk menjaga kesimbangan makanan/cairan dan elektroloit tubuh, bila perlu beri infus dan NGT.
Ø  Bila terdapat lendir pada jalan napas, lakukan suntion
Tindakan kolaboratif:
Ø  Beri oksigen sesuai program
Ø  Monitor intubasi bila terpasang
3)      Gangguan konsep diri
Intervensi Keperawatan:
Ø  Diskusi tentang perasaan yang dialami klien
Ø  Dorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
Ø  Kaji kemampuan klien yang positif yang sesuai dengan keadaan sehingga dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk meningkatkan harga diri klien dan dapat hidup dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
Ø  Anjurkan klien untuk masuk dalam kelompok penderita epilepsi, (bila ada)
Ø  Diskusikan dengan phsikolog tentang keadaan klien. 
4)      Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Intervensi Keperawatan :
Ø  Kaji keadaan pathologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah diperolehnya.
Ø  Beri penjelasan kepada klien untuk mengontrol dan minum obat secara teratur.
Ø  Jelaskan kepada klien tentang keadaan-keadaan yang sedang dihadapinya dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan;
·         Jumlah yang tidak adequate dari obat anti-epilepsi dalam darah,
·         Obat-obat yang tidak cocok,
·         Terjadinya hiperventilasi,
·         Trauma otak, demam, penyakit tertentu,
·         Kurang/tidak tidur,
·         Stress emosional,
·         Perubahan hormonal, misalnya hamil atau menstruasi,
·         Nutrisi yang buruk,
·         Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang, dan
·         Alkohol atau obat-obatan.
Ø  Jelaskan keadaan yang harus dihadapi terhadap keadaannya, misalnya pekerjaan, mengendarai mobil, olah raga dan rekreasi dan sebagainya.
Ø  Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.

e)        Evaluasi
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal yang telah dilakukan, berdasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih terdapat masalah-masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya mengkaji kembali hal-hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan intervensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala-gejala yang memicu terjadinya serangan.










Bab 3
PENUTUP
1.    Kesimpulan
       Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
        Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada trauma lahir, asphyxia neonatorum, cedera epala, infeksi sistem syaraf, keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol,demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, tumor otak, kelainan pembuluh darah.
        Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.

2.    Saran
·         Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari kanker paru.
·         Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit kanker paru dengan cepat, teliti   dan terampil.


DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar