KATA PENGANTAR
Puji
syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah memungkinkan kami untuk
menyusun makalah ini, sehingga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pelajar
atau mahasiswa program studi keperawatan dan lainnya. Hanya dengan kekuatan
dengan kesabaran yang dilimpahkan-Nya, makalah ini dapat dituntaskan.
Adapun
tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan untuk
menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah sistem neurobehaviour.
Dan tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah yang kami beri judul “Epilepsi” ini.
Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari segala kekurangan dan keterbatasan sehingga masih belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi peningkatan kemampuan dalam menyusun makalah pada masa yang akan datang.
Sekian dan terima kasih.
Penyusun
Daftar Isi
hal
Kata Pengantar....................................................................................................... ..... i
Daftar Isi................................................................................................................... .... ii
Bab 1
1. Latar Belakang............................................................................................ .... 1
2. Rumusan Masalah..................................................................................... .... 1
3. Tujuan........................................................................................................... .... 2 .......................................................................................................................
4. Manfaat......................................................................................................... .... 2
Bab
2
1. Definisi Epilepsi.......................................................................................... .... 3
2. Klasifikasi Epilepsi..................................................................................... .... 4
3. Etiologi Epilepsi.......................................................................................... .... 6
4. Patofisiologi Epilepsi.................................................................................. .... 8
5. Manifestasi Klinis Epilepsi........................................................................ .... 9
6. Pemeriksaan Penunjang Epilepsi........................................................... .. 10
7. Komplikasi Epilepsi.................................................................................... .. 10
8. Penatalaksanaan Epilepsi........................................................................ .. 11
9. Pencegahan Epilepsi................................................................................ .. 12
10. Prognosis Epilepsi...................................................................................... .. 12
11. Asuhan Keperawatan Epilepsi................................................................ .. 13
Bab
3
1. Kesimpulan.................................................................................................. .. 19
2. Saran............................................................................................................ .. 19
Daftar Pustaka......................................................................................................... .. 20
Bab 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Epilepsi
merupakan suatu gangguan neurologis yang relatif sering terjadi dan merupakan
gangguan fungsionaris kronis yang ditandai oleh aktivitas serangan yang
berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi
dapat diakibatkan karena kelainan fungsional (motorik dan sensorik/psikis).
Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodic dan
berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh serebral yang berlebihan dan
berlangsung lokal.
Fase dari
aktivitas kejang adalah fase prodormal, aura, ikatal, dan poksital. Fase
prodormal meliputi perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin
mengawali kejang beberap jam/beberapa hari. Fase aura adalah awal dari
munculnya aktivitas kejang dan dapat berupa gangguan penglihatan, pendengaran
atau rasa raba. Fase ikatal merupakan fase dari aktivitas kejang dan biasanya
terjadi gangguan musculoskeletal. Sedangkan fase poksital adalah periode waktu
dari kekacauan mental / somnolent / peka rangsang yang terjadi setelah kejang
tersebut.
Hal-hal
tersebut hanya sebagian kecil dari semua hal yang berkaitan dengan epilepsi,
untuk lebih mengetahuinya secara pasti, makalah ini akan memperluas pengetahuan para pembaca, karena
atas dsar itulah kami berinisiatif untuk membuat makalah ini.
2.
Rumusan Masalah
Adapn rumusan masalah dari makalah yang berjuduk
“Epilepsi” ini adalah:
1. Apa definisi
epilepsi?
2. Bagaimana
pengklasifikasian epilepsi?
3. Apa saja
etiologi epilepsi?
4. Bagaimana
patofisiologi epilepsi?
5. Apa saja
manifestasi klinis epilepsi?
6. Apa saja
pemeriksaan penunjang epilepsi?
7. Apa saja komplikasi
epilepsi?
8. Bagaimana penatalaksanaan
epilepsi?
9. Apa upaya pencegahan
epilepsi?
10. Bagaimana
prognosis epilepsi?
11. Bagaimana
asuhan keperawatan epilepsi?
3. Tujuan
Makalah in dibuat dengan tujuan setelah mempelajari dan memahami makalah
ini pembaca dapat:
1) Mengetahui
pengertian dam pengklasifikasian epilepsi
2) Mengetahui
tanda dan gejala epilepsi
3) Memahami
tentang patofisiologi epilepsi
4) Mampu
menyebutkan etiologi epilepsi
5) Mengetahui
manifestasi klinis epilepsi
6) Mengetahui
pelaksanaan dan komplikasi epilepsi
7) Mampu
menerapkan askep pada epilepsi
8) Dll.
4. Manfaat
Adapun manfaat dibuatnya makalah ini
adalah untuk mengetahui, memahami, menelaah hal-hal yang berkaitan dengan
epilepsi, sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupn sehari-hari, lebih-lebih
dalam dunia kesehatan sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Epilepsi
merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang.
Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa
penyebab (Jastremski,1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah gejala kompleks
dan banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang yang
berulang.
( Smeltzer,
2002 ; 2003 )
Epilepsi adalah gangguan kronik
otak dengan ciri timbulnya gejala – gejala yang datang dalam serangan berulang
yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel otak yang bersifat
reverseble dengan berbagai etiologi
( Mansjoer,
2000 : 27 )
Epilepsi adalah kelainan kejang
akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf kontek
serebral yang ditandai dengan serangan tiba – tiba terjadi gangguan
kesadaran ringan, aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori
( Dengoes,
2000 : 259 )
Epilepsi adalah bangkitan kejang
akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel saraf pusat dimana
ditandai dengan terganggunya fungsi otak
( Ngastiyah,
1997 : 293 )
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai
macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala
akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan
berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
2.
Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2.Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2.Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
3. Etiologi
Penyebab
pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi
pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor
etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah
epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut,
dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri-
atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi
dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk.
Dipandang
dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik
dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai
berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai
berkembang, yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula
diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi,
kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk
terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau
telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan
zat asam dan ini berpotensi menjadi ”embrio” epilepsi. Bahkan bayi yang tidak
segera menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang
otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor
otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya
epilepsi.
Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
1. Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
2. Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
3.Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
4. Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
5.Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
1. Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
2. Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
3.Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
4. Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
5.Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
4. Pathofisiologi
Gejala-gejala
yang ditimbulkan akibat serangan epilepsi sebagian karena serangan epilepsi,
sebagian karena otak mengalami kerusakan dan berat atau ringannya gangguan
tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan pathologinya. Bila terjadi lesi
pada bagian otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan bersifat
epileptogenik. Sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak meyebabkan serangan epileptik.
Serangan
epilepsi terjadi karena adanya lepasan muatan listrik yang berlebihan dari
neuron-neuron di susunan syaraf pusat yang terlokalisir pada neuron-neuron
tersebut. Gangguan abnormal dari lepasnya muatan listrik ini terjadi karena
adanya gangguan keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi pada
interaksi neuron. Selain itu hal tersebut diatas juga dapat disebabkan karena
gangguan pada sel neuronnya sendiri atau transmisi sinaptiknya. Transmisi
sinaptik oleh neurotransmitter yang bersifat eksitasi atau inhibitor dalam
keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi membran sel,
sehingga jika sampai pada tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai oleh
proses biokimia tertentu yaitu;
(1) ketidakstabilan membran sel syaraf
sehingga sel mudah diaktifkan,
(2) neuron
yang hipersensitivitas dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang
secara berturut-turut,
(3)
kemungkinan terjadi polarisasi yang berlebihan, hyperpolarisasi atau
terhentinya repolarisasi, karena terjadi perbedaan potensial listrik lapisan
intra sel dan ekstra sel dimana lapisan intra sel lebih rendah,
(4) adanya ketidakseimbangan ion yang mengubah
lingkungan kimia dari neuron yang menyebabkan membran neuron mengalami
depolarisasi.
Neurotransmiter
yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan
melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu asetikolin, noradrenalin,
dopamine dan hidroksitriptamin.
Penyebaran
epileptik dari neuron-neuron kebagian otak lain dapat terjadi oleh gangguan
pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lain
sehingga terjadi sinkronisasi dan aktivasi yang berulang-ulang sehingga terjadi
perluasan sirkuit kortikokortikal melalui serabut asosiasi atau ke
kontralateral melalui korpus kalosum, projeksi thallamokortikal difusi,
penyebaran keseluruh ARAS sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan
pada formatio retikularis sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya,
dan menimbulkan kontraksi otot polos.
5. Manifestasi Klinis
1. Kehilangan
kesadaran
2. Aktivitas
Motorik
a. Tonik klonik
b. Gerakan
sentakan, tepukan atau menggarau
c. Kontraksi
singkat dan mendadak disekelompok otot
d. Kedipan
kelopak mata
e. Sentakan
wajah
f. Bibir
mengecap – ecap
3. Kepala dan
mata menyimpang ke satu sisi
4. Fungsi
pernafasan
a. Takipnea
b. Apnea
c. Kesulitan
bernafas
d. Jalan nafas
tersumbat
6.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Elektrolit, tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi
predisposisi pada aktivitas kejang
2.
Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus )
kejang
3.
Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan
resiko timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik
yang berhubungan dengan pengobatan
4.
Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai
akibat dari therapy obat
5.
Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat
anti epilepsi yang teurapetik
6.
Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal,
tanda infeksi, perdarahan
7.
Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya
sel, fraktur
8.
Electro ensefalogran ( EEG ) melokalisasi daerah
serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak
9.
CT scan, mengidentifikasi letak lesi serebral, infark
hematoma, edema serebral, trauma, abses, tumor dan dapat dilakukan dengan
atau tanpa kontras
10.
DET ( Position Emission Hemography ),
mendemonstrasikan perubahan metabolik
( Dongoes, 2000 : 202 )
7. Komplikasi
1. Kerusakan
otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang
yang berulang
2. Dapat timbul
depresi dan keadaan cemas
( Elizabeth, 2001 : 174 )
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi
dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing
pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang.
Penatalaksanaan yang berbeda ini disebabkan karena bentuk epilepsy yang muncul
akibat kerusakan otak dan juga bergantung pada perubahan kimia otak.
Penatalaksanaan pada penderita
epilepsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu;
1. Penatalaksanaan
primer epilepsi dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mencegah serangan
kejang atau untuk mengurangi frekuensinya sehingga klien dapat menjalani
kehidupan normalnya. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis serangannya
dan biasanya menggunakan kombinasi obat-obatan dengan tujuan untuk mengurangi
efek samping yang ditimbulkan. Namun saat ini dokter cenderung menggunakan satu jenis obat dengan
sedapat mungkin mengurangi dosis obat yang diberikan.
Jenis obat
yang sering digunakan pada pengobatan epilepsi adalah;
Ø Golongan
Barbiturat, seperti Fenobarbital dan Pirimidon
Ø Golongan
Hidantoin, seperti Fanitoin/Dilantin dan Mefenitoin
Ø Golongan
Iminostilben, seperti Karbamazepin
Ø Golongan
Benzodiazepin, seperti Diazepam dam Klonazepam
Ø Golongan
Suksinimid, seperti Etosuksimid dan Metosuksimid
Ø Golongan
Asam valproat/depakene.
Pengobatan
epilepsy dapat juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini diindikasikan
bagi untuk pasien yang mengaalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses,
kista, atau adanya anomali vaskuler.
2. Penatalaksanaan
sekunder yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan patensi jalan napas dan
mencegah terjdinya cedera. Mempertahankan klien dalam posisi berbaring kesalah
satu sisi dapat mengurangi kemungkinan aspirasi isi lambung dan saliva serta
mencegah lidah jatuh kebelakang. Mencegah terjadinya cedera dilakukan dengan
melindungi kepala saat terjadi serangan serta memindahkan benda-benda yang
dapat membahayakan penderita. Selain itu penting dilakukan pendekatan secara
holistik yang meliputi aspek psikologis penderita dan sikap keluarga,
masyarakat terhadap penderita epilepsi.
9. Pencegahan
Upaya
sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan
obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras
dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang
menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang
kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat
dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai
resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan,
pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan
dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
10.
Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di
antaranya jenis epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan
minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70%
penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar
50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer,
baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence
mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai
pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi
mental mempunyai prognosis relatif jelek.
11.
Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan yang diberikan
kepada klien dengan epilepsy adalah berdasarkan pada tahapan-tahapan dalam
proses keperawatan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengkajian, penentuan
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evalusi.
a) Pengkajian
Pada tahap ini perawat mengumpulkan
semua informasi termasuk tentang riwayat kejang. Hal-hal yang perlu dikaji
antara lain:
Ø Riwayat kesehatan yang
berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
Ø Aktivitas/Istirahat
Data Subyektif : Keadaan umum lemah,
lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas, tidak dapaat merawat diri sendiri.
Data Obyektif : Menurunnya kekuatan otot/otot yang lemah
Ø Peredaran darah
Data
Obyektif : Data yang diperoleh saat serangan yaitu; hipertensi, denyut nadi
meningkat, cyanosis. Setelah serangan tanda-tanda vital dapat kembali normal
atau menurun, disertai nadi dan pernapasan menurun.
Ø Eliminasi
Data Subyektif : Tidak dapat menahan
BAB/BAK
Data Obyektif : Saat serangan terjadi peningkatan tekanan pada
kandung kemih dan otot spincter, setelah serangan dalam keadaan inkontinentia
otot-otot kandung kemih dan spincter rileks.
Ø Makanan/cairan
Data Subyektif : Selama aktivitas
serangan makanan sangat sensitive
Data Obyektif : Gigi/gusi mengalami kerusakan selama
serangan, gusi hiperplasia/bengkak akibat efek samping dari obat dilantin.
Ø Persyarafan
Data Subyektif : Selama serangan;
ada riwayat yeri kepala, kehilangan kesadaran/pinsan, kehilangan kesadaran
sesaat/lena, klien menangis, jatuh, disertai komponen motorik seperti kejang
tonik-klonik, mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah, mulut
berbuih, ada incontinentia urine dan faeces, bibir dan muka berubah warna
(biru), mata/kepala menyimpang pada satu posisi
dan beberapa gerakan terjadi dimana lokasi dan sifatnya berubah pada
satu posisi atau keduanya.
Sesudah
serangan; klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri
kepala. Ada perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi sementara, klien
ingat/tidak terhadap kejadian yang dialaminya. Terjadi perubahan
kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung. Ada cedera seperti luka memar,
geresan dll.
Riwayat
sebelum serangan; lamanya serangan, frekuensi serangan, ada factor prepitasi
(suhu tinggi, kurang tidur, emosional labil), pernah menderita sakit berat yang
disertai hilangnya kesadaran. Pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu/alcohol.
Ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
Ø Interaksi sosial
Data Subyektif : Terjadi gangguan
interaksi dengan orang lain/keluarga karena malu
Ø Konsep diri
Data Subyektif : Merasa
rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan.
Data Obyektif :
Selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
Ø Kenyamanan/Nyeri
Data Subyektif: Sakit kepala, nyeri otot/punggung, nyeri abnormal
paroksismal selama fase iktal
Data Obyektif : Tingkah laku yang
waspada, gelisah/distraksi dan perubahan tonus otot.
b)
Perumusan Diagnosa/masalah
klien
Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan epilepsi adalah
sebagai berikut:
1) Potensial terjadi kecelakaan: trauma,
kekurangan oksigen
Kemungkinan Penyebab : hilangnya
koordinasi otot-otot tubuh, kelemahan, keterbatasan pengobatan,
ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat kesadaran.
2) Tidak efektifnya jalan napas/pola napas
Kemungkinan Penyebab : sumbatan
tracheobronchial dan aspiasi.
3) Gangguan konsep diri: harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas
Kemungkinan Penyebab : tidak mampu mengontrol diri saat
terjadi serangan.
4) Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang
diderita
Kemungkinan Penyebab : keterbatasan pengetahuan, informasi yang
salah dan kegagalan pengobatan.
c) Perencanaan
1) Potensial
terjadinya kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Pasien
mengemukakan faktor-kaktor yang dapat menyebabkan trauma, dan pengaruh
obat-obat yang diberikan. Pasien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif
dan terhindar dari penyebab trauma. Pasien dapat menghindari keadaan yang dapat
menyebabkan serangan yang tiba-tiba.
2) Pola napas
tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Jalan
napas/pola napas menjadi efektif dan tidak terjadi aspirasi
3) Gangguan
konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Klien dapat
mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif. Secara verbal mempunyai
peningkatan harga diri. Menerima keadaan dirinya dan perubahan
fungsi/peran/gaya hidup yang dihadapinya.
4) Kurangnya
pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Secara
verbal mengerti dengan keadaannya dan mengidentifikasi macam-macam stimulus
yang dapat menyebabkan serangan, memperlihatkan perubahan tingkah laku yang
positif sesuai dengan keadaannya. Klien dapat mengontrol secara rutin untuk
memperoleh pengobatan yang teratur.
d) Implementasi/Intervensi
1) Potensial
terjadinya kecelakaan/trauma
Intervensi Keperawatan :
Ø Bersama
klien mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan serangan secara
tiba-tiba.
Ø Bila
serangan tidak terjadi ditempat tidur letakan bantal dibawah kepala klien atau
kepala klien dipangkuan perawat untuk mencegah kepala terbentur dilantai.
Ø Observasi
tanda-tanda vital
Ø Dampingi
klien selama serangaan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi
dan tergigitnya lidah.
Ø Miringkan
kepala untuk mencegah aspirasi
Ø Bila
memungkinkan dapat menggunakan spatel lidah saat terjadi serangan
Ø Hindarkan alat/benda
yang membahayakan
Ø Longgarkan
pakaian yang sempit dan pegang ekstremitas klien
Ø Catat semua gejala dan tipe serangan epilepsy
Ø Diskusikan
tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan kolaboratif:
Ø Berikan
obat-obat sesuai program, misalnya anti epileptik, luminal, diazepam, glukosa,
thiamine dan lain-lain
Ø Monitor dan
catat efek samping obat tersebut
Ø Monitor
tingkat keseimbangan elektrolit dan glukosa
2) Pola napas
tidak efektif
Intervensi Keperawatan:
Ø Bila klien tidak
sadar, jaga agar pernafasan tetap lancar dan terbuka. Observasi tanda-tanda
vital untuk menjaga kesimbangan makanan/cairan dan elektroloit tubuh, bila
perlu beri infus dan NGT.
Ø Bila
terdapat lendir pada jalan napas, lakukan suntion
Tindakan kolaboratif:
Ø Beri oksigen
sesuai program
Ø Monitor
intubasi bila terpasang
3) Gangguan
konsep diri
Intervensi Keperawatan:
Ø Diskusi
tentang perasaan yang dialami klien
Ø Dorong klien
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
Ø Kaji kemampuan
klien yang positif yang sesuai dengan keadaan sehingga dapat memanfaatkan
kemampuan tersebut untuk meningkatkan harga diri klien dan dapat hidup
dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
Ø Anjurkan
klien untuk masuk dalam kelompok penderita epilepsi, (bila ada)
Ø Diskusikan
dengan phsikolog tentang keadaan klien.
4) Kurangnya
pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Intervensi Keperawatan :
Ø Kaji keadaan
pathologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah diperolehnya.
Ø Beri
penjelasan kepada klien untuk mengontrol dan minum obat secara teratur.
Ø Jelaskan
kepada klien tentang keadaan-keadaan yang sedang dihadapinya dan faktor-faktor
yang dapat menimbulkan serangan;
·
Jumlah yang
tidak adequate dari obat anti-epilepsi dalam darah,
·
Obat-obat
yang tidak cocok,
·
Terjadinya
hiperventilasi,
·
Trauma otak,
demam, penyakit tertentu,
·
Kurang/tidak
tidur,
·
Stress
emosional,
·
Perubahan
hormonal, misalnya hamil atau menstruasi,
·
Nutrisi yang
buruk,
·
Cairan dan
elektrolit yang tidak seimbang, dan
·
Alkohol atau
obat-obatan.
Ø Jelaskan
keadaan yang harus dihadapi terhadap keadaannya, misalnya pekerjaan,
mengendarai mobil, olah raga dan rekreasi dan sebagainya.
Ø Anjurkan
klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.
e) Evaluasi
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal yang telah dilakukan,
berdasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih terdapat
masalah-masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya mengkaji kembali
hal-hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan intervensi
keperawatan. Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan
pengawasan dan pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau
gejala-gejala yang memicu terjadinya serangan.
Bab 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Epilepsi adalah sindroma otak kronis
dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal
dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian
besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada trauma lahir, asphyxia
neonatorum, cedera epala, infeksi sistem syaraf, keracunan CO, intoksikasi
obat/alkohol,demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia, tumor otak, kelainan pembuluh darah.
Prognosis
epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya
prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi
serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu
waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang
bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai
prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia
3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental
mempunyai prognosis relatif jelek.
2. Saran
·
Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari
kanker paru.
·
Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit kanker
paru dengan cepat, teliti dan terampil.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar